Oke, lanjut ya... Dari cerita yang kemarin . Setelah dia menyanggupi, saya justru kelabakan sendiri. Dia menganggap bahwa saya nembak dia. Padahal kalau boleh jujur, saya suka sama dia saja belum. Ini bukan tentang gengsi atau harga diri, you name it . Tapi kacamata kuda saya saat itu melihat kalau orang ini belum bisa memenuhi kriteria yang saya pasang seperti orang yang saya ceritakan sebelumnya. Mengapa demikian? 1. Awal perkenalan pada obrolan santai, ia mengaku pada saya bahwa ia belum berorientasi untuk menikah dalam waktu dekat. 2. Masih ingin lanjut S3 sambil kerja untuk menyenangkan orang tuanya. 3. Saat itu dia belum menyelesaikan studi masternya, belum berpenghasilan tetap, sementara saya justru sudah bekerja. 4. Pada beberapa pandangan dan tindakan dalam wacana agama, saya belum merasa cocok untuk dipimpin oleh lelaki seperti dia. Saya realistis betul dan bisa mahfum atas pertimbangan tersebut. Oleh karena itu, kalimat saya yang terdengar nanting itu...
sudut pandang, gagasan, dan pikiran receh yang dibekukan dalam tulisan