Langsung ke konten utama

Perlukah Berlangganan TV Kabel?

oleh: Devi Nirmala Muthia Sayekti


Tulisan ini saya buat karena saya melihat sedikit perubahan fenomena yang saya llihat sendiri akhir-akhir ini. Bagi sebagian orang, berlangganan TV kabel bukan lagi hal yang mewah. Saya bisa membuat pernyataan ini setelah saya meninjau beberapa rumah (dari beberapa teman) yang mana mereka tergolong sebagai keluarga dengan kelas menengah pun juga bisa berlangganan TV kabel. Padahal jika kita melihat mundur lima sampai 10 tahun yang lalu, berlangganan TV kabel hanya bisa dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke atas yang rumahnya berada di perumahan elite real estate.

Bisnis parabola TV satelit semakin menjamur. Merknya semakin beragam, channel yang ditawarkan pun semakin banyak, mereka berlomba-lomba untuk memberikan penawaran pilihan saluran TV yang beraneka ragam dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Sehingga tidak heran jika jumlah pelanggan TV kabel pun meningkat setiap tahunnya. Seperti contoh berita ini : Pelanggan TelkomVision Naik 800 Persen, bisa dibayangkan 800% itu sebanyak apa? Yah... silakan bayangkan sendiri.

Fenomena ini bisa dipicu beberapa sebab. Yang pertama ialah kebutuhan masyarakat akan hiburan yang berkualitas, selanjutnya gaya hidup masyarakat yang cenderung mengikuti trend dan gengsi, dan yang terakhir adalah harga yang ditawarkan oleh jasa pemasang parabola TV kabel semakin terjangkau oleh masyarakat karena menganut teori ekonomi dalam hukum permintaan, "Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila harga turun jumlah barang meningkat.”

Setelah saya telusuri dengan menanyai beberapa responden, mereka lebih cenderung memilih alasan yang pertama yaitu mengacu pada kualitas hiburan yang ditawarkan stasiun TV nasional. Mereka merasa acara TV stasiun nasional saat ini tidak lagi syarat akan hiburan apalagi sampai mendidik. Anak-anak tidak lagi leluasa menonton kartun di hari Minggu pagi, para remaja saat ini sering menjadi dewasa sebelum waktunya karena dijejali tontonan yang kurang mendidik dan terlalu dipenuhi dengan romansa fiktif, belum lagi masyarakat awam yang mudah terprovokasi oleh pemberitaan media massa yang lebih sering memberi kekhawatiran pada masyarakat dan membuat mereka krisis kepercayaan kepada pemerintah, hingga drama mini seri yang episode nya sampai beratus-ratus dan tak tahu kapan tamatnya.

Di luar alasan yang telah disebutkan, pada dasarnya ada juga sebagian dari mereka yang hanya ikut-ikutan saja ketika memutuskan untuk berlangganan TV kabel. Hal ini ditunjukkan dari tingkat kesibukan anggota keluarga yang tidak terlalu sering berada di rumah, tapi atas nama kebutuhan informasi dan dampak globalisasi mereka juga mengikuti trend yang ada. Bukan hal yang keliru memang, jika hal ini diteruskan maka yang akan terjadi ialah pemborosan yang mungkin lambat laun akan dirasakan oleh kepala keluarga tersebut.

Namun jika mereka diberi pernyataan tersebut, mereka bisa berdalih dengan harga untuk berlangganan TV kabel masih bisa dijangkau oleh mereka. Karena memang pada kenyataannya masyarakat bisa memilih TV kabel yang ingin mereka gunakan di rumah dengan kebutuhan saluran TV yang sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, serta budget yang sudah ditargetkan sebelumnya. Dengan ketiga alasan tersebut, selesai sudah permasalahan masyarakat untuk menghadapi penurunan kualitas tayangan stasiun TV dalam negeri akhir-akhir ini.

Yang jadi masalah saat ini adalah, sudah siapkah masyarakat untuk menerima kulturalisasi yang pasti akan terjadi melihat dari fenomena ini karena pastinya mereka akan lebih senang untuk menonton acara dari stasiun TV luar negeri daripada dalam negeri? Siapkah para orang tua untuk mengawasi betul-betul anak-anak mereka agar tidak menonton acara TV yang tidak boleh disaksikan oleh anak di bawah umur? Siapkah stasiun TV nasional bersaing untuk tetap bertahan jika masyarakat ke depannya terus saja lebih memilih acara internasional?

Dari penjelasan dan alasan yang telah disampaikan bisa disimpulkan bahwa masyarakat mungkin perlu untuk berlangganan TV kabel demi kebutuhan hiburan yang tak lagi bisa dipenuhi oleh stasiun TV nasional, hanya saja dengan begini mereka yang berkecimpung di dunia hiburan pertelevisian nasional bisa tergugah hatinya untuk memperbaiki citra dan kualitasnya yang dinilai mengalami penurunan. Selain itu, kontrol diri masyarakat untuk bisa melakukan filtrasi ketika menjadi penikmat acara TV Internasional bisa lebih ditingkatkan agar tidak terjadi kulturalisasi dan perubahan pola pikir yang nantinya berujung pada masalah kehilangan identitas diri dan budaya ketimuran.


Daftar pustaka:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/02/28/19164049/Pelanggan.TelkomVision.Naik.800.Persen
http://keripiku.blogspot.com/2012/03/teori-permintaan-dan-penawaran-serta.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, ...

Miyago Pak Joko - Rekomendasi Pecinta Mie Ayam di Semarang

Kalau teman-teman termasuk mie ayam holic kayak saya, nih... saya minggu lalu baru saja jajan ke Mie Ayam Goreng alias Miyago di warung Pak Joko. Lokasinya di daerah Banyumanik. Jadi kalau kalian sering ke daerah Semarang atas, dan sliwar-sliwer mau ke arah tol dan lewat Jalan Durian, coba deh mampir ke sini. sumber: dokumentasi pribadi Tidak seperti mie ayam kebanyakan yang disajikan dengan kuah, mie ayam ini hadir tanpa kuah sama sekal. (Ya iyalah ya... namanya juga mie ayam goreng. hehehe). Eh, tapi di sini juga menyediakan mie ayam yang kuah kok. Cuma... ya... menurutku mie ayam kuahnya kurang begitu enak. Kayak kurang asin gitu, hambar, kalo orang Semarang bilang anyep. Jadi, kalau kalian mampir ke sini, saran saya sih pesan miyago-nya saja. Rasanya kayak gimana sih? Jadi, main taste  dari miyago ini lebih ke gurih. Tidak dominan manis kecap seperti bakmie jawa yang beredar tiap malam di depan rumah. Sama seperti makan mie instan, tapi lebih gurih. Saya pikir awa...

Resensi Novel "Heart Emergency"

Judul Buku : Heart Emergency Penulis : Falla Adinda Penerbit : Bukune Sesuai sub judul dari novel ini yang bertuliskan "pahit manis cinta dokter muda" dan berbasis "Personal Literature", novel ini mengisahkan seorang Falla yang saat itu masih menjadi ko-ass di sebuah Rumah Sakit yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya, memaksa ia untuk menjalani Long Distance Relationship dengan pacarnya saat itu yang bernama Reza tapi biasa dijuluki dengan sebutan Bul. Falla dan Reza telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Namun seiring berjalannya waktu, kesibukan dan beban Falla sebagai ko-ass membuat Reza tidak bisa menerima keluh kesah dari kekasihnya tersebut hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan kisah cinta mereka yang telah berjalan selama 5 tahun. Sejak saat itu pula Falla menjadi malas dan tidak percaya bahwa Long Distance Relationship itu dapat bertahan lama. Namun keteguhan hati Falla akhirnya luluh saat bertemu Yama. Laki-laki yang ...