Langsung ke konten utama

Representatif si Gemuk dan Kurus

Dewasa ini, menjadi langsing dan ramping bahkan cenderung kurus merupakan impian sebagian besar perempuan. Tidak terkecuali saya, yang notabene berbadan -kalo kata orang "nggak gendut sih, tapi besar"- atau lebih sering disebut bongsor pun ingin sekali memiliki tubuh yang lebih proporsional. Entah siapa yang sudah meracuni otak saya yang seakan-akan hampir gila karena ingin mengurangi berat badan. Tapi yang jelas dengan jujur saya nyatakan bahwa memang benar saya ini "dieter".

Melihat teman-teman di sekitar saya yang satu per satu mulai berhasil menurunkan berkilo-kilo berat badannya, melihat media yang selalu menampilkan perempuan-perempuan langsing sebagai kiblat perempuan untuk bisa disebut cantik, dan mendengar beberapa persepsi negatif yang terlontar bagi mereka yang gemuk, merupakan indikasi kuat yang sudah membuat saya terdoktrin untuk menurunkan berat badan.

Sejak semester empat di perkuliahan saya, tugas , tanggung jawab, dan amanah organisasi bisa dibilang semakin meningkat. Alih-alih beberapa teman saya bisa 'kurusan' karena terlalu banyak 'mikir' untuk ketiga hal yang saya sebutkan tadi. Kecenderungan tersebut sering diklaim menimbulkan stres tersendiri hingga membuat mereka tidak nafsu makan atau mungkin mengesampingkan waktu makan hingga membuat pola makan yang tidak teratur. Ah sayangnya, itu tidak berlaku pada tubuh saya. Mau tugas sebanyak apa pun juga, waktunya makan ya makan, tidak ada dalam kamus hidup saya "stres tugas bikin nggak nafsu makan". Yang ada malah self-appreciation , jadi kalo habis ngelembur tugas atau rentetan ujian, maka saya akan memberi hadiah untuk diri saya sendiri dengan membeli makanan favorit saya.

Selain itu, pengaruh tontonan yang saya konsumsi, baik di media televisi atau internet yang selalu memperlihatkan saya artis-artis jaman sekarang yang cenderung kurus membuat saya seperti berada di lingkup perempuan minoritas. Lebay ya? Hahaha. Secara implisit saya seperti tertampar bahwa perempuan itu seharusnya kecil mungil, setidaknya kalau tinggi semampai ya tidak berlemak -___-" Padahal sering saya baca beberapa artikel yang menunjukkan bahwa di zaman Victorian Era, perempuan yang gemuk bahkan cenderung bergelambir malah yang dikiblatkan sebagai perempuan cantik. Sedangkan perempuan yang bertubuh kurus merupakan representatif dari golongan menengah ke bawah yang tidak tercukupi asupan gizinya. Yal semua itu sudah berubah termakan zaman. Bahkan gadget pun zaman sekarang berlomba-lomba dengan tampilannya yang semakin "slim", jadi tidak heran jika manusianya sendiri juga tidak ingin kalah dengan gadget-nya.

Terlebih lagi saya sering sekali dijejali penilaian orang-orang di sekitar saya yang sering menyatakan bahwa orang yang bertubuh kurus itu merupakan contoh dari mereka yang pekerja keras, pemikir, dan terbiasa hidup "prihatin" atau tidak senang hura-hura. Sedangkan mereka yang gemuk merupakan gambaran dari sosok pemalas, rakus, dan keberadaannya sering dijadikan cemoohan.

Terlepas dari semua ketakutan saya untuk menjadi gemuk, saya juga sebenarnya ingin menghimbau diri sendiri saya untuk percaya diri dengan apa adanya saya. Namun, pada kenyataannya saya masih sering gagal. Tulisan ini dibuat bukan untuk membuat kalian terdoktrin dengan apa yang saya tulis, karena pada dasarnya tingkat kenyamanan diri dengan berapa pun berat badan mereka merupakan persepsi masing-masing. Jadi tidak ada salahnya jika kalian yang kurus tetap ingin kurus, dan yang berisi tetap berisi. Selama sehat, aktif, dan masih bisa bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, ada benarnya juga untuk tidak perlu mengikuti "kiblat" yang ada, kan? :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, saya akan

Konsep Suguhan Pernikahan dan Segala Resikonya

Beberapa hari yang lalu, saya merasa tersentil dengan komik singkat karya mas Dody YW yang diunggah melalui fanspage FB-nya " Goresan Dody ". Jujur, saya merasa tersentil sekaligus baper. Memang apa sih isi komiknya? Nih, berikut media komiknya saya lampirkan: Adab Makan sambil Duduk credits: FP Goresan Dody Sebagai individu yang sejak lahir di Semarang sampai lulus SMA, saya memang lebih familiar dengan konsep pernikahan yang menyuguhkan hidangan secara prasmanan. Para tamu disetting untuk antre makanan dan setelah dapat harus berdiri sambil berdesak-desakan untuk makan. Apakah tidak ada kursi? Biasanya ada, tapi jumlahnya hanya 1/10 dari jumlah undangan yang hadir. Berbeda dengan konsep pernikahan yang ada di Solo Raya (Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen), pernikahan dengan cara piring terbang masih mudah untuk ditemui. Meskipun beberapa ada yang sudah beralih dengan menggunakan konsep prasmanan, tetapi piring terbang masih jadi andalan. Pola menuny

Resensi Novel "Heart Emergency"

Judul Buku : Heart Emergency Penulis : Falla Adinda Penerbit : Bukune Sesuai sub judul dari novel ini yang bertuliskan "pahit manis cinta dokter muda" dan berbasis "Personal Literature", novel ini mengisahkan seorang Falla yang saat itu masih menjadi ko-ass di sebuah Rumah Sakit yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya, memaksa ia untuk menjalani Long Distance Relationship dengan pacarnya saat itu yang bernama Reza tapi biasa dijuluki dengan sebutan Bul. Falla dan Reza telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Namun seiring berjalannya waktu, kesibukan dan beban Falla sebagai ko-ass membuat Reza tidak bisa menerima keluh kesah dari kekasihnya tersebut hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan kisah cinta mereka yang telah berjalan selama 5 tahun. Sejak saat itu pula Falla menjadi malas dan tidak percaya bahwa Long Distance Relationship itu dapat bertahan lama. Namun keteguhan hati Falla akhirnya luluh saat bertemu Yama. Laki-laki yang