Langsung ke konten utama

(Un)Fairy Tale #3 - Perkara Prioritas dan Rasa Percaya

"Habis ini kamu re-or kan dari HMJ? Kalo bisa kamu lengser ya..." kata si Didin pada Astrid sore itu saat selesai rapat. Astrid jelas kaget dengan saran Didin. Bagaimana bisa Astrid mengundurkan diri dari HMJ, organisasi kesayangannya, demi lembaga legislatif kampus yang belum memberinya apa-apa selain kesibukan baru.

"Yah? Kok gitu sih, Din? Lagian kalo aku lengser aku nggak bisa menjabat di sini dong. Aku kan bisa duduk di sini karena jadi perwakilan HMJ-ku," jawab Astrid.

"Oh iya juga ya... Ya pokoknya kamu jangan megang jabatan penting di sana kalo bisa. Atau perlu aku buatin surat rekomendasi untuk HMJ mu? Hehehe," usul Didin sedikit bercanda.

"Nggak... nggak usah, Din. Insya Allah aku masih bisa pegang amanah kok."

"Ya sudah, alhamdulillah. Pokoknya aku butuh kamu, Trid di sini," kata Didin menutup pertemuannya sore itu. Astrid tampak bimbang. Ia seperti terharu ketika Didin, ketua lembaga legislatif kampus itu begitu memprioritaskan keberadaannya. Astrid merasa seperti sangat dieman-eman di sana. Sesuatu yang sebenarnya sangat ia harapkan dari organisasi kesayangannya.

Astrid pulang ke kost dengan pikiran yang bermacam-macam. Apa Didin benar-benar serius dengan niatnya untuk mengirim surat rekomendasi agar aku tidak lagi ambil peran penting di HMJ, organisasi yang sudah membesarkan namanya selama dua tahun terakhir ini. Astrid tidak bisa meninggalkannya begitu saja karena ia masih terpanggil untuk membenahi banyak kesalahan di dalam organisasi kesayangannya tersebut. Bahkan jika hatinya bisa dipresentasikan, HMJ-nya lebih mengambil 78% dari keseluruhan.

Kegundahan hati Astrid ini coba ia ceritakan pada senior aktivisnya, yang sering ia ajak tukar pikiran dan perasaan, Rosiana. Astrid sering memanggilnya dengan Rosi, Teh Rosi. Siapa yang mengira ternyata Rosi juga terkejut dengan "guyonan" yang dilontarkan Didin pada Astrid beberapa hari yang lalu. Namun, Rosi pun kecewa ketika Astrid belum bisa seimbang dalam membagi hatinya untuk bekerja di dua organisasi yang ia ikuti saat ini. Bagaimana pun juga Astrid harus profesional dalam membagi prioritas, agar tidak terjadi ketimpangan.

"Di luar sana banyak yang lebih sibuk dari kita, tapi hatinya tetep kebagi sama rata. Di situ letak profesional yang seharusnya. Aku sendiri juga belum bisa sih, makanya ayo belajar bareng..." kata Rosi.

"Iya sih, teh... Ya, tapi... siapa sih yang nggak seneng kalo merasa dibutuhkan dan diprioritaskan? Gimana juga sih teh rasanya kalo sesuatu yang lebih kamu sayang malah nggak memprioritaskan kamu sebesar yang kamu harapkan? Eh... malah yang nggak disayang-sayang banget bisa mrioritasin kamu sebesar itu."

"Oalah, cuma perkara prioritas to..."

"Kok cuma sih teh?" tanya Astrid sedikit kesal.

"Ya, kamu itu kadang lebay sih. Sekarang gini, siapa bilang HMJ nggak mrioritasin kamu? Mereka juga mrioritasin kamu keleus, tapi ya caranya nggak se-frontal Didin ke kamu. Nyatanya kalo kamu off, mereka juga bingung nyariin kamu. Mereka juga belum kepengen kamu mengundurkan diri tahun ini. Para senior juga merekomendasikan kamu supaya tetap bertahan, kan? Sekarang bagian mana yang nunjukin kalo HMJ nggak sayang sama kamu?" jelas Rosi pada Astrid.

Astrid seperti tertampar. Ia terlalu haus akan pengungkapan. Ia seperti anak kecil yang apa-apa harus dijelaskan secara terang-terangan. Padahal sebenarnya kedua organisasi tersebut sama-sama membutuhkannya, tapi ia seperti tidak bisa menangkap maksud mereka.

"Kontribusi dan loyalitasmu yang udah bikin kamu berjalan sejauh ini. Pemimpin nggak butuh pujian sayang, pemimpin juga nggak takut sama cacian. Jangan pernah kecewain mereka yang udah menaruh amanah di pundakmu. Jangan pernah kecewain mereka yang udah mrioritasin kamu, baik yang secara terang-terangan kayak Didin, atau yang tersirat kayak temen-temenmu di HMJ."

Nasehat Rosi sore itu menutup obrolan hangat bersama es teler dingin di sebuah kedai di belakang kampus. Astrid kini sadar bahwa amanah tidak pernah salah memilih pundak. Ia juga berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengecewakan mereka yang sudah dan selalu memprioritaskannya. Tidak akan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, saya akan

Konsep Suguhan Pernikahan dan Segala Resikonya

Beberapa hari yang lalu, saya merasa tersentil dengan komik singkat karya mas Dody YW yang diunggah melalui fanspage FB-nya " Goresan Dody ". Jujur, saya merasa tersentil sekaligus baper. Memang apa sih isi komiknya? Nih, berikut media komiknya saya lampirkan: Adab Makan sambil Duduk credits: FP Goresan Dody Sebagai individu yang sejak lahir di Semarang sampai lulus SMA, saya memang lebih familiar dengan konsep pernikahan yang menyuguhkan hidangan secara prasmanan. Para tamu disetting untuk antre makanan dan setelah dapat harus berdiri sambil berdesak-desakan untuk makan. Apakah tidak ada kursi? Biasanya ada, tapi jumlahnya hanya 1/10 dari jumlah undangan yang hadir. Berbeda dengan konsep pernikahan yang ada di Solo Raya (Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen), pernikahan dengan cara piring terbang masih mudah untuk ditemui. Meskipun beberapa ada yang sudah beralih dengan menggunakan konsep prasmanan, tetapi piring terbang masih jadi andalan. Pola menuny

Resensi Novel "Heart Emergency"

Judul Buku : Heart Emergency Penulis : Falla Adinda Penerbit : Bukune Sesuai sub judul dari novel ini yang bertuliskan "pahit manis cinta dokter muda" dan berbasis "Personal Literature", novel ini mengisahkan seorang Falla yang saat itu masih menjadi ko-ass di sebuah Rumah Sakit yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya, memaksa ia untuk menjalani Long Distance Relationship dengan pacarnya saat itu yang bernama Reza tapi biasa dijuluki dengan sebutan Bul. Falla dan Reza telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Namun seiring berjalannya waktu, kesibukan dan beban Falla sebagai ko-ass membuat Reza tidak bisa menerima keluh kesah dari kekasihnya tersebut hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan kisah cinta mereka yang telah berjalan selama 5 tahun. Sejak saat itu pula Falla menjadi malas dan tidak percaya bahwa Long Distance Relationship itu dapat bertahan lama. Namun keteguhan hati Falla akhirnya luluh saat bertemu Yama. Laki-laki yang