"Kenapa kamu nggak kasih salah satu dari mereka kesempatan kedua sih, nek?" tanya Ifa.
"Tolong sebutin paling enggak tiga alasan aja... yang mengharuskan aku ngasih kesempatan kedua buat mereka?" balas Astrid yang balik bertanya. Ifa berpikir lama. Ia tahu bahwa kekecewaan Astrid di masa lalu membuatnya menjadi lebih keras dengan keadaan. Ia sadar, sahabatnya ini memang ingin lebih selektif dalam memilih pasangan. Jadi pantas jika sekarang ia begitu tegas ketika Mas Igo dan Mas Dion mencoba untuk ingin kembali merebut hati Astrid.
"Aku tahu kamu kecewa, tapi apa kamu nggak mencoba buka hati lagi sih?" bujuk Ifa sekali lagi.
Mas Dion dan Mas Igo adalah beberapa laki-laki yang sempat mengisi hati Astrid dalam setahun terakhir ini. Ia sempat mencoba membuka hati dan tidak terlalu terpaku pada Hanung untuk kurun waktu yang lebih lama. Sehingga ia putuskan untuk memenuhi saran teman-temannya, yaitu berpacaran lagi.
Dion adalah laki-laki yang humoris, terlalu humoris dan jarang bisa serius. Ya maklum, cara berpikirnya masih teramat 'bocah' di usianya yang tidak lagi pantas disebut sebagai 'bocah'. Hingga ujung-ujungnya perasaan dan keseriusan Astrid lah yang sering dijadikan bahan bercandaan. Lain Dion, lain pula Igo. Igo adalah sosok yang lebih dewasa, sayangnya ia terlalu menuntut Astrid macam-macam.Tuntutannya kadang melebihi kapasitas menjadi seorang pacar. Namun saat Astrid sudah bersusah payah menuruti, Astrid hanya mendapati Igo masih asyik ber-SMS-an mesra dengan perempuan lain. Nasib.
"Nek, please... How many times I did that? Aku udah nyoba dua kali dan gagal berkali-kali. Aku capek untuk jadi orang 'nrimo'. Dulu mereka kemana aja waktu aku bukan siapa-siapa? Dulu pikiran mereka kemana waktu aku masih mau nerima mereka apa adanya dan mencoba mempertahankan hubungan? Aku dari kecil udah dibiasain nggak ngoyo, nek. Kalo aku merasa dia pantas aku pertahanin, aku bakal pertahanin mati-matian. Kalo udah dipertahanin mati-matian tetep lepas, ya udah... besok-besok aku nggak akan merjuangin lagi. Berarti itu memang bukan hakku. Simple, kan?" tukas Astrid dengan tegasnya.
Ifa paham kondisi. Ia tahu sahabatnya memang merindukan sosok seorang kekasih yang bisa memberi nyaman dalam hidupnya. Namun ia juga sadar sepertinya sahabatnya ini sudah tidak ingin lagi berkomitmen tanpa kepastian berlabel pacaran. Banyak hal yang sudah Astrid pertimbangkan dan sudah pula diutarakan pada Ifa beberapa waktu yang lalu. Ifa pun menyetujuinya. Namun ia merasa tak tega melihat sahabatnya sering harus "sendiri" ketika ia jauh dari keluarga dan tidak ada temannya yang tahu kondisi hatinya.
"Ya udah... terserah kamu aja. Aku tahu keputusanmu udah kamu pertimbangin mateng-mateng. Tapi please... masalah yang kemaren-kemaren jangan bikin kamu jadi trauma sama laki-laki."
"Iya insya Allah enggak kok. Aku masih menemukan banyak laki-laki yang baik dan hebat di sana. Makanya ini aku juga memperbaiki kualitas diri sambil sabar, nggak usah kesusu dan ngerasa kepepet untuk "geleman" menerima ajakan balikan dari mereka berdua. Kamu harus tahu, Fa... Ibarat saat makan, piring kedua rasanya tidak akan senikmat piring pertama saat kamu lapar-laparnya. Kalo kebanyakan, ujung-ujungnya pasti muntah,"
"Hehehehe..." balas Ifa yang hanya bisa tersenyum lalu memeluk sahabatnya itu.
"Tolong sebutin paling enggak tiga alasan aja... yang mengharuskan aku ngasih kesempatan kedua buat mereka?" balas Astrid yang balik bertanya. Ifa berpikir lama. Ia tahu bahwa kekecewaan Astrid di masa lalu membuatnya menjadi lebih keras dengan keadaan. Ia sadar, sahabatnya ini memang ingin lebih selektif dalam memilih pasangan. Jadi pantas jika sekarang ia begitu tegas ketika Mas Igo dan Mas Dion mencoba untuk ingin kembali merebut hati Astrid.
"Aku tahu kamu kecewa, tapi apa kamu nggak mencoba buka hati lagi sih?" bujuk Ifa sekali lagi.
Mas Dion dan Mas Igo adalah beberapa laki-laki yang sempat mengisi hati Astrid dalam setahun terakhir ini. Ia sempat mencoba membuka hati dan tidak terlalu terpaku pada Hanung untuk kurun waktu yang lebih lama. Sehingga ia putuskan untuk memenuhi saran teman-temannya, yaitu berpacaran lagi.
Dion adalah laki-laki yang humoris, terlalu humoris dan jarang bisa serius. Ya maklum, cara berpikirnya masih teramat 'bocah' di usianya yang tidak lagi pantas disebut sebagai 'bocah'. Hingga ujung-ujungnya perasaan dan keseriusan Astrid lah yang sering dijadikan bahan bercandaan. Lain Dion, lain pula Igo. Igo adalah sosok yang lebih dewasa, sayangnya ia terlalu menuntut Astrid macam-macam.Tuntutannya kadang melebihi kapasitas menjadi seorang pacar. Namun saat Astrid sudah bersusah payah menuruti, Astrid hanya mendapati Igo masih asyik ber-SMS-an mesra dengan perempuan lain. Nasib.
"Nek, please... How many times I did that? Aku udah nyoba dua kali dan gagal berkali-kali. Aku capek untuk jadi orang 'nrimo'. Dulu mereka kemana aja waktu aku bukan siapa-siapa? Dulu pikiran mereka kemana waktu aku masih mau nerima mereka apa adanya dan mencoba mempertahankan hubungan? Aku dari kecil udah dibiasain nggak ngoyo, nek. Kalo aku merasa dia pantas aku pertahanin, aku bakal pertahanin mati-matian. Kalo udah dipertahanin mati-matian tetep lepas, ya udah... besok-besok aku nggak akan merjuangin lagi. Berarti itu memang bukan hakku. Simple, kan?" tukas Astrid dengan tegasnya.
Ifa paham kondisi. Ia tahu sahabatnya memang merindukan sosok seorang kekasih yang bisa memberi nyaman dalam hidupnya. Namun ia juga sadar sepertinya sahabatnya ini sudah tidak ingin lagi berkomitmen tanpa kepastian berlabel pacaran. Banyak hal yang sudah Astrid pertimbangkan dan sudah pula diutarakan pada Ifa beberapa waktu yang lalu. Ifa pun menyetujuinya. Namun ia merasa tak tega melihat sahabatnya sering harus "sendiri" ketika ia jauh dari keluarga dan tidak ada temannya yang tahu kondisi hatinya.
"Ya udah... terserah kamu aja. Aku tahu keputusanmu udah kamu pertimbangin mateng-mateng. Tapi please... masalah yang kemaren-kemaren jangan bikin kamu jadi trauma sama laki-laki."
"Iya insya Allah enggak kok. Aku masih menemukan banyak laki-laki yang baik dan hebat di sana. Makanya ini aku juga memperbaiki kualitas diri sambil sabar, nggak usah kesusu dan ngerasa kepepet untuk "geleman" menerima ajakan balikan dari mereka berdua. Kamu harus tahu, Fa... Ibarat saat makan, piring kedua rasanya tidak akan senikmat piring pertama saat kamu lapar-laparnya. Kalo kebanyakan, ujung-ujungnya pasti muntah,"
"Hehehehe..." balas Ifa yang hanya bisa tersenyum lalu memeluk sahabatnya itu.
Komentar
Posting Komentar