Langsung ke konten utama

Pernikahan dan Perjalanan Pemikiran Tak Berkesudahan (3)

Dengan mengantongi jawaban "iya" dari beliau-beliau, akhirnya saya sampaikan ke mas tersebut. Saya bilang terus terang kalau saya sudah ikut sebuah lingkaran pengajian. Itu artinya, yang hendak menikah dengan saya juga harus "meminta izin" pada guru ngaji saya, bahkan sebelum menghadap orang tua saya. Sehingga, saya utarakan terus terang, "Mas kalau memang mau serius sama aku, silakan ketemu beliau dulu. Kalau beliau kasih izin mas untuk berproses denganku, maka insya Allah aku siap. Kalau nggak, maka untuk selanjutnya hubungan kita hanya bisa diteruskan sebagai teman biasa," lugas, meski tetap menggunakan bahasa kiasan, aku mencoba untuk tidak berbelit.

Ia merespon perkataan tersebut dengan nafas panjang. Terbaca betul gestur tubuhnya bahwa ia merasa cukup ribet untuk mendekati saya. Saat itu saya sudah berekspektasi bahwa ia akan menyerah. Dan lagi-lagi saya gagal dalam membuat terkaan.

"Oke, insya Allah aku akan segera temui beliau."

Ya sudah. Mau apa lagi? Langkah sudah diambil. Saya pun berusaha untuk tidak berdalih apa-apa. Mungkin takdir Tuhan harus menggariskan saya berjodoh dengan dia. 

Akhirnya, mereka diberi kesempatan untuk bertemu, satu-dua kali untuk berdiskusi. Pada pertemuan ketiga (kalau saya tidak salah), syarat utama baginya untuk menikahi saya sudah resmi ia dapatkan. Hingga selanjutnya saya mendapat kabar bahwa ia juga menjadi rajin ikut halaqah bersama jamaah putra lainnya. Senang sekali mendengar kabar tersebut. Meskipun di banyak hal saya masih melihat cela dalam dirinya. Banyak, banyak sekali. Dari hal-hal yang bersifat praktis sampai ke tataran ideologis yang juga pandangan politik. Seperti gaya hidupnya yang saya ketahui masih gemar berkegiatan hingga larut malam, jarang tahajjud, dan gemar sekali tidur pagi. 

Ya mau bagaimana lagi, dunianya sebagai seorang musisi, tentu saja jauh sekali jika dibandingkan dengan lelaki yang saya kagumi dalam diam sebelumnya. Ia jarang sekali olahraga. Tak bisa berenang. Juga tak berani (untuk tak mengatakan 'tak bisa') menyetir mobil. Saya tidak menuntut ia untuk harus punya mobil saat ini. Tetapi bagi saya, laki-laki sudah harga mati untuk punya kemampuan menyetir mobil. Sungguh... bagi saya saat itu, kalau bukan karena ridho dari guru ngaji yang saya hormati luar biasa, sangat enggan bagi seorang Muthia untuk bersuami seperti dia.

Titik Balik Pandangan Seorang Muthia
Suatu ketika saya diajaknya untuk dikenalkan dengan kedua orangtuanya, terutama ibunya. Jangan bertanya dalam hati saya ke sana naik apa. Jelas dengan motor dan beboncengan dengannya. Akhi wa ukhti fillah boleh kaget sekaligus kecewa membaca bagian ini. Saya sendiri juga merasa kecewa atas diri saya sendiri yang tidak bisa menolak ajakannya untuk pergi kemana-mana berdua dengan berboncengan. Tapi mau bagaimana lagi? Ilmu dan iman tidak bisa dikarbit. Sulit pastinya untuk dia memahami kenapa aku harus tidak mau dibonceng berdua dengannya. Karena pada kenyataannya saya masih sering juga kemana-mana menggunakan ojek online, yang jelas-jelas bukan mahrom. Padahal kalau saya teguh, sebenarnya bisa saja saya menolak. Mungkin... saat itu saya sudah mulai ada perasaan dengannya.

Kalau sudah begitu, saya akhirnya tak jarang mempertanyakan keadaan... mengapa saya harus digariskan berproses dengan lelaki seperti dia. Mengapa saya tak langsung dijodohkan saja dengan yang sudah shalih dan justru mampu mengajak saya semakin shalihah. Sedih sekali rasanya... 

Pada tahap ini, saya tahu persis keimanan saya semakin mengalami kemunduran.

Tapi ya sudah, lupakan... Saya ingin fokus bercerita saat sampai di rumahnya. Ketika ia bertemu dengan ibunya, dan memperkenalkan saya sebagai calon istrinya. Saya perhatikan betul bahasa tubuh dan interaksi yang terjalin di antara mereka berdua. Begitu dekat, begitu akrab. Persis seperti bagaimana cara kakak-kakak lelaki saya yang juga begitu dekat dengan alm. ibu saya. 

Dulu, saya pernah bergumam dalam hati, "Semoga besok saya bisa dapat suami, minimal, yang sama baiknya seperti kakak-kakak lelaki saya."

Mengapa demikian? Sebab meski salah satu dari ketiga kakak lelaki saya harus bercerai, tapi saya tahu betul ketiganya merupakan laki-laki yang bertanggung jawab pada istri. Saya jadi saksi bagaimana kakak-kakak saya begitu agungnya dalam memperlakukan istri. Dan saya juga beberapa kali telah menjadi telinga atas pengakuan dua kakak ipar saya bahwa mereka bersyukur betul bisa berjodoh dengan kakak-kakak saya.

Dari fenomena tersebut, saya tarik kesimpulan bahwa ibu saya lah yang berhasil mendidik seluruh anak laki-lakinya bisa menjadi seperti itu. Saya juga melakukan pengamatan secara kasar, bahwa lelaki yang bisa memperlakukan ibunya dengan baik, maka ia juga kelak akan baik memperlakukan wanita, termasuk istrinya. 

Ketika melihat si mas tak sungkan mencium dan dicium ibunya di hadapan saya, hati saya ngilu akan rasa bahagia. Bahagia saya semakin bertambah ketika binar mata ibunya melihat saya dengan raut wajah yang hangat dengan tangan terbuka.

Dari situ, seketika segala kekurangan si mas mendadak tersapu debu. Apakah saat itu saya sudah mulai ada hati dengannya?

Tunggu tulisan selanjutnya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, saya akan

Konsep Suguhan Pernikahan dan Segala Resikonya

Beberapa hari yang lalu, saya merasa tersentil dengan komik singkat karya mas Dody YW yang diunggah melalui fanspage FB-nya " Goresan Dody ". Jujur, saya merasa tersentil sekaligus baper. Memang apa sih isi komiknya? Nih, berikut media komiknya saya lampirkan: Adab Makan sambil Duduk credits: FP Goresan Dody Sebagai individu yang sejak lahir di Semarang sampai lulus SMA, saya memang lebih familiar dengan konsep pernikahan yang menyuguhkan hidangan secara prasmanan. Para tamu disetting untuk antre makanan dan setelah dapat harus berdiri sambil berdesak-desakan untuk makan. Apakah tidak ada kursi? Biasanya ada, tapi jumlahnya hanya 1/10 dari jumlah undangan yang hadir. Berbeda dengan konsep pernikahan yang ada di Solo Raya (Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen), pernikahan dengan cara piring terbang masih mudah untuk ditemui. Meskipun beberapa ada yang sudah beralih dengan menggunakan konsep prasmanan, tetapi piring terbang masih jadi andalan. Pola menuny

Resensi Novel "Heart Emergency"

Judul Buku : Heart Emergency Penulis : Falla Adinda Penerbit : Bukune Sesuai sub judul dari novel ini yang bertuliskan "pahit manis cinta dokter muda" dan berbasis "Personal Literature", novel ini mengisahkan seorang Falla yang saat itu masih menjadi ko-ass di sebuah Rumah Sakit yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya, memaksa ia untuk menjalani Long Distance Relationship dengan pacarnya saat itu yang bernama Reza tapi biasa dijuluki dengan sebutan Bul. Falla dan Reza telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Namun seiring berjalannya waktu, kesibukan dan beban Falla sebagai ko-ass membuat Reza tidak bisa menerima keluh kesah dari kekasihnya tersebut hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan kisah cinta mereka yang telah berjalan selama 5 tahun. Sejak saat itu pula Falla menjadi malas dan tidak percaya bahwa Long Distance Relationship itu dapat bertahan lama. Namun keteguhan hati Falla akhirnya luluh saat bertemu Yama. Laki-laki yang