Kalau kalian suka baca-baca esai yang lucu dan nakal, serta sarat akan sentilan yang santun, maka saya sarankan untuk tidak terlewat membaca buku ini.
sumber: dok. pribadi oleh Muthia Sayekti
Dulu, saat masyarakat masih dekat dengan koran sebagai media massa, orang-orang biasa menemukan kolom-kolom khusus yang diperuntukkan bagi para kritikus untuk membuat tulisan yang ringan-berbobot dan memiliki daya gelitik yang tajam. Sebutlah mereka kolumnis. Ada beberapa nama penulis kolumnis senior yang bukunya sudah saya cicipi, seperti Sudjiwo Tedjo, Butet Kertaradjasa, dan yang pasti Umar Kayam (karena beliau adalah idola saya hehe).
Nama-nama tersebut adalah orang-orang yang dikenal sebagai budayawan yang gemar melontarkan gagasannya dalam tulisan yang jenaka. Lelucon mereka sering disebut sebagai bentuk kritik kepada orde yang sedang berkuasa, atau pada isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan. Semuanya dibahas dengan menggunakan pilihan kata yang familiar didengar oleh masyarakat awam. Tidak berbumbu teori yang ndakik-ndakik sehingga terasa berat dan menggurui pembaca.
Nah, zaman berganti medianya pun berubah. Kalau dulu kolumnis lebih dekat dengan media cetak, maka kolumnis hari ini lebih akrab dengan media alternatif digital. Warganet kalangan milenial seperti saya pasti lebih akrab dengan laman-laman seperti Mojok.co, Voxpop.id, Geotimes, Remotivi.id, atau yang fokus pada isu-isu tertentu seperti The Magdalene, Jurnal Ruang, dan masih banyak lagi. Dari laman-laman tersebut, kita pasti akan menemukan para kolumnis kenamaan yang tulisannya sering dimuat karena kontennya berbobot tapi penyampaiannya ringan. Salah satu nama dari kolumnis itu adalah Moddie AW.
Isu yang diangkat oleh Moddie sedikit banyak sering membahas tentang kajian timur tengah. Nah, kalau teman-teman di sini juga concern dengan isu-isu tersebut, pasti tidak asing dengan bahasan-bahasan yang diangkat oleh Moddie. Tapi, tunggu dulu... Jangan buru-buru berekspektasi bahwa kalian akan menemukan tulisan yang melulu tentang terorisme, teori konspirasi, atau bentuk-bentuk reformasi KSA yang dibahas dengan serius hingga dahi berkernyit. Sebab, yang akan kalian temukan justru lelucon jenaka, yang meskipun bisa ditertawakan, tapi sebenarnya ada konsep besar yang ingin Moddie sampaikan dalam tulisan-tulisannya.
Selain itu, Moddie juga tidak jarang menulis hal-hal yang dilakoninya secara empirik. Tentang keragaman identitas, menjalani kehidupan sebagai minoritas secara jumlah, toleransi, dan seterusnya. Semuanya akan kalian temukan dalam buku ini. Sebagian adalah manuskrip yang memang sudah pernah dipublikasikan di web-web yang saya sebutkan di atas. Sebagian lagi merupakan tulisan yang memang belum pernah dipublikasikan di media manapun.
Itulah sekelebat pandangan saya ketika membaca buku yang berjudul "Merasa Beruntung Menjadi Minoritas" karya Moddie AW ini. Jangan khawatir... kalau teman-teman merasa sedang menjadi beginner dalam mencicipi buku yang mengangkat isu-isu sosial, politik, dan humaniora, kalian tidak akan langsung pusing membaca buku ini. Sebab, selain ditulis dengan bahasa yang ringan, buku ini juga di-lay-out dengan bentuk yang tidak terlalu padat dengan tulisan dan masih diwarnai hiasan visual. Jadi, saya secara pribadi menikmati buku ini jadinya tidak gampang bosan.
Ya... meskipun, saya harus akui, kebutuhan akan pemahaman konteks memang diperlukan. Kalau tidak, ya... humornya tidak akan sampai. Eh, tapi, selera humor itu subjektif sih. Ada beberapa juga tulisan di sini yang saya skip karena tidak paham konteks. Tapi besok-besoknya setelah saya tahu, jadi manggut-manggut sendiri setelah dibaca ulang.
Penasaran? Langsung baca aja.
Ohya, berikut beberapa judul tulisan yang aku suka dari buku ini:
sengaja dijejerin sama tempe mendoan di rumah hehehe
sumber: dok. pribadi oleh Muthia Sayekti
Kalau teman-teman ada request buku apa yang pengen aku review, silakan komen di bawah ya. Saran dan masukan dipersilakan...
Sampai ketemu di tulisan-tulisan selanjutnya... :)
kereen kak tulisannya, energik dan tidak membosankan. terus menulis kak.
BalasHapussalah hormat