Langsung ke konten utama

Review Buku "Rules of Love" by Esty Dyah Imaniar - Sebuah Panduan Cinta Anti Baper (Katanya)

Sejak kapan kepentingan tentang "cinta" perlu ada panduannya? Memang siapa Esty kok berani-beraninya menulis panduan tentang cinta yang berbumbu disclaimer "NO BAPER BAPER CLUB"?

Pacaran saja belum tidak pernah. Patah hati saja belum punya (banyak) pengalaman. Kok bisa-bisanya menulis buku, judulnya "Rules of Love". Ckckck...



Bagi sebagian kalangan, topik tentang cinta memang sesempit dunia relasi antara dua manusia berbeda lawan jenis yang memiliki ketertarikan rasa. Padahal, "cinta" bagi orang-orang seperti mba Esty (dan juga saya) memiliki makna yang lebih universal. Cinta kepada sesama manusia tentunya, tapi tidak selalu berkutat pada pasangan. Juga cinta kepada makhluk hidup lain yang ada di dunia ini sebagai bentuk ciptaan-Nya.

Saya memang pernah jadi bucin alias budak cinta. Gagal berelasi dengan seseorang, hmm ya beberapa orang sih tapi yang membekas betul hanya seorang (eh tapi bukan berarti saya belum move on lho ya), hingga akhirnya pernah berniat menulis buku tentang cinta seperti apa yang telah dilakukan oleh mb Esty ini.

Tapi untungnya, niat saya belum terwujud. Alhamdulillah ala kulli haal... Soalnya kalau saya beneran nulis, pasti berujung totally curhat. Hehe

Nah, mb Esty jelas aman secara empirik (hehehe). Meskipun di dalam tulisannya dia mengaku sudah berpengalaman dalam beberapa hal soal "kehilangan", tetapi tidak ada emosi yang dijual melalui narasi-narasi receh yang tidak mencerdaskan. Sebab tulisan di dalam buku ini diuraikan lengkap beserta literatur akademik yang mendukung. Rata-rata referensi yang diambil adalah tentang psikologi, utamanya psikologi sosial. Data-data dari hasil penelitian yang ia kutip beberapa masih US-centris. Kemudian pada beberapa bagian ia tandemkan dengan sejarah keIslaman. Jadi ya... kalo kalian baca buku ini, cukup lumayan merasakan kontestasi ideologi amrik dengan Islam yang didialogkan.

Kalau boleh saya bilang, tulisan ini pada beberapa konteks masuk akal di kultur kita, tapi ya beberapa juga bisa mental doang.

Contohnya..... Pada bagian: Forgive (yourself).... Penulis menyebut seolah-olah dengan cara re-enactment, mengulang kenangan, sampai ke titik jenuh, merupakan cara (yang katanya bisa) untuk menetralisir cinta lama yang belum kelar.

Kalau saya sih lihat-lihat dulu konteksnya. Seperti apa juga kenangan pahit-manis masa lalu yang perlu diulang. Karena elastisitas titik jenuh sendiri tiap individu tidaklah sama. Bukannya jenuh lalu bangkit membuka lembaran baru, eh... malah makin larut, makin dendam, makin benci, juga bisa lho.

Cuma, ya... kalau orangnya udah cuek bebek dan nggak baperan sih silakan. Ini tantangan...

Tapi kalau saya sih merasa sudah nggak ada yang mental di kepala, termasuk di bagian forgive yourself tadi. Semua yang disampaikan oleh penulis dalam buku ini sudah sangat masuk akal. Nggak muluk-muluk level motivator. Tapi ya, tinggal yang individunya sendiri yang siap atau enggak untuk menerima pemahaman di luar kebanyakan ide tentang cinta yang beredar sehari-hari.

Buku ini memang tidak mengaduk emosi saya sama sekali. Bagaimana perwujudan kasih sayang kepada diri sendiri, antara sesama manusia, antara anak dengan ibu, dijelaskan di sini secara apa adanya. Ya... apa adanya seperti yang saya alami sendiri, apa yang diajarkan melalui majelis-majelis dan diskusi tentang kemanusiaan, juga ketika saya menjadi saksi tentang relasi anak dan ibu saat menginap di rumah mb Esty. Jadi ya betul kalau buku ini disebut "no baper baper club". Karena sama sekali nggak bikin saya baper. hehe...

Tapi setidaknya, buku ini cukup memberi banyak gambaran tentang bagaimana mengolah rasa cinta secara seimbang antara nalar dan perasaan. Jadi ya, nggak baper-baper banget... tapi ya nggak terlalu logis-pragmatis banget. Semacam mengambil posisi in-between-ness. Gitu sih aku nangkepnya.

Bagi yang mudah bosan dengan buku full text, tenang saja... buku ini secara lay out tidak didesain sangat padat. Sehingga cukup ringan untuk dibaca sambil duduk di bus/ kereta saat menjadi commuter.

Oh ya... Ada bagian yang paling saya suka...
Ini dia:



Bintang 4.65/5 deh buat buku ini. You have to read. I highly recommend you to read this book in order to understand how far your understanding about love beyond your fantasy!

Terima kasih sudah berkunjung.

Komentar

  1. Review-nya bagus kak, aku jadi pengen beli bukunya :3

    BalasHapus
  2. nice review! aku juga baru beli buku ini kemarin dan isinya nggak menggurui juga ringan. jadi mudah buat dicerna

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, ...

Miyago Pak Joko - Rekomendasi Pecinta Mie Ayam di Semarang

Kalau teman-teman termasuk mie ayam holic kayak saya, nih... saya minggu lalu baru saja jajan ke Mie Ayam Goreng alias Miyago di warung Pak Joko. Lokasinya di daerah Banyumanik. Jadi kalau kalian sering ke daerah Semarang atas, dan sliwar-sliwer mau ke arah tol dan lewat Jalan Durian, coba deh mampir ke sini. sumber: dokumentasi pribadi Tidak seperti mie ayam kebanyakan yang disajikan dengan kuah, mie ayam ini hadir tanpa kuah sama sekal. (Ya iyalah ya... namanya juga mie ayam goreng. hehehe). Eh, tapi di sini juga menyediakan mie ayam yang kuah kok. Cuma... ya... menurutku mie ayam kuahnya kurang begitu enak. Kayak kurang asin gitu, hambar, kalo orang Semarang bilang anyep. Jadi, kalau kalian mampir ke sini, saran saya sih pesan miyago-nya saja. Rasanya kayak gimana sih? Jadi, main taste  dari miyago ini lebih ke gurih. Tidak dominan manis kecap seperti bakmie jawa yang beredar tiap malam di depan rumah. Sama seperti makan mie instan, tapi lebih gurih. Saya pikir awa...

Konsep Suguhan Pernikahan dan Segala Resikonya

Beberapa hari yang lalu, saya merasa tersentil dengan komik singkat karya mas Dody YW yang diunggah melalui fanspage FB-nya " Goresan Dody ". Jujur, saya merasa tersentil sekaligus baper. Memang apa sih isi komiknya? Nih, berikut media komiknya saya lampirkan: Adab Makan sambil Duduk credits: FP Goresan Dody Sebagai individu yang sejak lahir di Semarang sampai lulus SMA, saya memang lebih familiar dengan konsep pernikahan yang menyuguhkan hidangan secara prasmanan. Para tamu disetting untuk antre makanan dan setelah dapat harus berdiri sambil berdesak-desakan untuk makan. Apakah tidak ada kursi? Biasanya ada, tapi jumlahnya hanya 1/10 dari jumlah undangan yang hadir. Berbeda dengan konsep pernikahan yang ada di Solo Raya (Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen), pernikahan dengan cara piring terbang masih mudah untuk ditemui. Meskipun beberapa ada yang sudah beralih dengan menggunakan konsep prasmanan, tetapi piring terbang masih jadi andalan. Pola menuny...