Well, postingan ini bukan resensi kayak novel "Heart Emergency" kemarin. Secara ya, Raditya Dika itu bukan penulis novel. Lebih tepatnya dia itu menulis buku yang based on true story of his life dengan sedikit sentuhan dramatisasi humor yang bisa menghibur pembacanya. Bukunya lebih tepat disebut kumpulan cerpen daripada novel.
Di sini sebenarnya aku cuma mau menyampaikan pesan moral yang aku dapet menurut versiku sendiri setelah membaca buku terbarunya Raditya Dika ini. Ohya, sebelumnya makasih dulu ya buat Bagas Pambudi yang udah baik banget minjemin buku ini dan aku colong sampe Solo :p (ntar aku balikin insya Allah secepetnya king hihi).
Dalam buku ini, Raditya Dika banyak mengemukakan tentang betapa beratnya "move on" dari masa lalu (sebut saja mantan pacar) yang ia analogikan dengan pindah rumah. Saat detik2 menjelang pindah rumah, seakan-akan tiap sudut rumah lama mengingatkan kita dengan segala memorinya. Sebelum pindah, kita seakan terlalu lama memilih-milih, seakan-akan takut rumah baru yang telah dipilih nanti tidak akan senyaman rumah lama. Ketika kita sudah mulai berada di rumah baru, secara sadar atau tidak kita masih saja membandingkan keadaan rumah baru tsb dengan rumah lama dari segi apa pun.
Nah, hampir sama kan? Seperti halnya kita yang seakan-akan mau tidak mau harus pindah karena putus dari mantan pacar. Kita terlalu lama memilih-milih orang baru yang akan mengisi hari-hari kita selanjutnya. Takut kisahnya nggak seindah dulu waktu bareng mantan-lah, takut orang baru ini gak ngasih manfaat malah ngasi akibat, takut cuma jadi pelampiasan, dan parno2 lainnya yang bikin kita seolah-olah stuck, susah untuk move on. Saat baru2 aja putus, kenangan yang indah2 seakan-akan kerekam ulang di kepala, bikin kita makin stres, spamming di socmed, dengerin lagu2 mellow yg biasa anak jaman sekarang nyebutnya "galau".
Setelah ketemu yang baru, secara sadar atau tidak kita pasti masih sempat membandingkan orang baru ini dengan sang mantan. Yohe-lah... itu manusiawi dan ini bisa terjadi di sebagian besar orang. Stop, aku bilangnya "sebagian" lho ya, bukan semua. Karena aku juga masih sering liat kok anak jaman sekarang yang putus nggak perlu nunggu waktu lama untuk bisa berstatus pacaran lagi dengan orang lain. hmm that's it.
terus nih, dalam buku ini Raditya Dika juga menyatakan yang intinya "Hidup ini adalah sebuah Perpindahan". Apa pun yang ada di dunia ini baik benda mati maupun hidup barang sekecil elektron pasti melakukan perpindahan. Termasuk urusan hati seperti "move on" tadi. Perpindahan yang dia maksud juga termasuk dalam hal perubahan. Yang dulunya single, tiba2 udah nikah. Yang dulunya masih minta uang saku ke bokap, tiba2 tiap pagi habis sarapan udah ada yang mintain uang jajan. Di dunia ini nggak ada yang abadi dan nggak ada yang pasti.
Orang yang dulunya setia, sangat mungkin sekali menjadi tukang selingkuh. Begitu pula sebaliknya. Yang dulunya pernah "main serong", sangat mungkin sekali juga untuk menjadi orang yang begitu setia. Kebayang nggak sih kalo 2 orang macem kayak gini dipertemuin dalam suatu hubungan? hahaha udah gak usah dibayangin. Absurd abis dan kasian juga sama yang udah tobat.
Intinya, buku ini cukup menghibur. Pesan moral yang aku sampein di sini mungkin bisa aja beda sama tafsiran pembaca lainnya. So far, aku tetep suka sama karya-karyanya Raditya Dika :)
Komentar
Posting Komentar