"Kemana yuk, nek?" tanya Ifa pada Astrid dan Karin saat jeda kuliah pagi itu.
"Emang mau kemana? Paling juga sarapan." jawab Karin datar.
"Ah gaya banget ngajak kemana, kayak lagi banyak duit aja." sahut Astrid.
"Ya udah sih... ah elah... ujung-ujungnya juga ke kost Astrid lagi. Hahaha..."
Ifa, Karin, dan Astrid bukanlah teman dekat sejak awal. Tapi mereka sering mengandaikan diri mereka seperti serpihan-serpihan yang menyatu karena direkatkan oleh pengalaman. Terdengar terlalu dramatis memang, tapi begitulah adanya.
Siapa yang mengira seorang Astrid yang setengah culun dan study-oriented, bisa cocok berteman dengan perempuan ber-body menawan tapi setengah preman seperti Karin, dan perempuan modis yang melankolis semacam Ifa. Hanya Tuhan yang tahu.
Ifa yang berbadan layaknya American Top Model ini sering mengeluh pada Astrid soal banyak hal, terutama kekasihnya. Tidak banyak wejangan yang bisa diberikan oleh Astrid. Bukan karena Astrid ini berniat jahat atau acuh pada Ifa, tapi karena memang Astrid fakir ilmu tentang masalah pacar-pacaran. Ya, sejak ditinggal Hanung, Astrid seperti miskin pengalaman soal pacaran. Jadi, ya wajar kalau saran yang diberikan Astrid hanya sekedar nasehat yang berkesan datar.
Sejak bertemu Astrid dan Karin, Ifa lebih mampu belajar mengendalikan emosi dan pikirannya. Ifa dulunya adalah seorang yang over-thinking dan melankolis. Ia dulu seperti merasa "terlalu" menyayangi pacarnya hingga ia lupa untuk menyayangi dirinya sendiri. Namun ia kini mengubah prinsipnya bahwa "love yourself first, others will follow you then". Kini ia bisa membuat bahagianya sendiri dan tidak lagi bermuka sendu seperti dulu.
Lain Ifa lain pula Karin, seorang perempuan "pemberani" yang hanya takut kalau lampu mati. Karin ini jago berkelahi entah fisik atau perang mulut, pokoknya jagoannya berantem. Sikapnya yang sering terlihat menyebalkan dan urakan di luar bukanlah karakter aslinya. Saat bersama orang-orang terdekatnya seperti Astrid dan Ifa, ia bisa menjadi sosok perempuan "normal", yang lembut, yang bisa menangis, yang juga punya sisi manja tapi terkadang juga bijaksana.
Mereka bertiga awalnya tidak pernah mengira menjadi teman dekat karena pada awalnya mereka memiliki dunia masing-masing yang berbeda. Tapi pertemuan tak pernah terjadi tanpa alasan. Astrid yang mulai bosan dan tidak berkembang dengan teman-teman sebelumnya, hingga bertemu Ifa seorang mahasiswa keci yang hobinya kupu-kupu, lalu mengambil mata kuliah yang sekelas dengan Karin, hingga merekatkan mereka sampai sejauh ini.
"Eh, nek. Kok kamu betah sih temenan sama kita? Secara kamu kan mantan preman gitu ya... hehehe" tanya Astrid pada Karin tiba-tiba.
"Aku sih pengennya nyaman temenan sama siapa aja, nggak usah terpaku sama yang itu-itu aja. Tapi ya kan kamu tau sendiri kebanyakan orang gimana sama aku, lebih sering ngeri hahaha" jawab Karin santai.
"Hahaha iya sih... Tapi ntar dikira nggak solid... Nempel sana, nempel sini, seenaknya sendiri." sahut Ifa menyindir.
"Hahaha, nyindir siapa sih, nek?" tanya si Astrid memberi kode.
Karin pun ikut tertawa seperti tahu maksud dari kode si Astrid. "Yah dikiranya temenan jaman kuliah itu sama kayak jaman SMA kalik kudu se-geng terus, kemana-mana bareng terus,"
"Lhah kita juga bareng terus tuh, kita kayak anak SMA dong?" sahut Ifa.
"Ah enggak juga. Nyatanya Ifa juga masih punya temen-temen aktivisnya, kamu juga punya temen-temen dari pacarmu. Aku sendiri juga masih bisa ber-haha-hihi bareng temen kelas lain." tukas Karin.
"Belajar jadi independent, biar dunia kita nggak sempit sama orang yang itu-itu aja. Ya walaupun wajar kalo kita tetep nyaman sama beberapa di antara mereka. Contohnya kita bertiga," Astrid menimpali.
"Ciyeee..."
Tidak akan ada yang abadi, bahkan pola pertemanan pun pasti berubah. Setiap orang pasti terus berjalan keluar dari zona nyaman untuk mencari zona yang jauh lebih nyaman dari sebelumnya. Mereka sebenarnya tidak perlu takut pada perubahan, perpisahan, dan merasa terlupakan. Sebab ketiga hal tersebut pasti akan melebur hilang karena rasa rindu pada kenangan.
"Emang mau kemana? Paling juga sarapan." jawab Karin datar.
"Ah gaya banget ngajak kemana, kayak lagi banyak duit aja." sahut Astrid.
"Ya udah sih... ah elah... ujung-ujungnya juga ke kost Astrid lagi. Hahaha..."
Ifa, Karin, dan Astrid bukanlah teman dekat sejak awal. Tapi mereka sering mengandaikan diri mereka seperti serpihan-serpihan yang menyatu karena direkatkan oleh pengalaman. Terdengar terlalu dramatis memang, tapi begitulah adanya.
Siapa yang mengira seorang Astrid yang setengah culun dan study-oriented, bisa cocok berteman dengan perempuan ber-body menawan tapi setengah preman seperti Karin, dan perempuan modis yang melankolis semacam Ifa. Hanya Tuhan yang tahu.
Ifa yang berbadan layaknya American Top Model ini sering mengeluh pada Astrid soal banyak hal, terutama kekasihnya. Tidak banyak wejangan yang bisa diberikan oleh Astrid. Bukan karena Astrid ini berniat jahat atau acuh pada Ifa, tapi karena memang Astrid fakir ilmu tentang masalah pacar-pacaran. Ya, sejak ditinggal Hanung, Astrid seperti miskin pengalaman soal pacaran. Jadi, ya wajar kalau saran yang diberikan Astrid hanya sekedar nasehat yang berkesan datar.
Sejak bertemu Astrid dan Karin, Ifa lebih mampu belajar mengendalikan emosi dan pikirannya. Ifa dulunya adalah seorang yang over-thinking dan melankolis. Ia dulu seperti merasa "terlalu" menyayangi pacarnya hingga ia lupa untuk menyayangi dirinya sendiri. Namun ia kini mengubah prinsipnya bahwa "love yourself first, others will follow you then". Kini ia bisa membuat bahagianya sendiri dan tidak lagi bermuka sendu seperti dulu.
Lain Ifa lain pula Karin, seorang perempuan "pemberani" yang hanya takut kalau lampu mati. Karin ini jago berkelahi entah fisik atau perang mulut, pokoknya jagoannya berantem. Sikapnya yang sering terlihat menyebalkan dan urakan di luar bukanlah karakter aslinya. Saat bersama orang-orang terdekatnya seperti Astrid dan Ifa, ia bisa menjadi sosok perempuan "normal", yang lembut, yang bisa menangis, yang juga punya sisi manja tapi terkadang juga bijaksana.
Mereka bertiga awalnya tidak pernah mengira menjadi teman dekat karena pada awalnya mereka memiliki dunia masing-masing yang berbeda. Tapi pertemuan tak pernah terjadi tanpa alasan. Astrid yang mulai bosan dan tidak berkembang dengan teman-teman sebelumnya, hingga bertemu Ifa seorang mahasiswa keci yang hobinya kupu-kupu, lalu mengambil mata kuliah yang sekelas dengan Karin, hingga merekatkan mereka sampai sejauh ini.
"Eh, nek. Kok kamu betah sih temenan sama kita? Secara kamu kan mantan preman gitu ya... hehehe" tanya Astrid pada Karin tiba-tiba.
"Aku sih pengennya nyaman temenan sama siapa aja, nggak usah terpaku sama yang itu-itu aja. Tapi ya kan kamu tau sendiri kebanyakan orang gimana sama aku, lebih sering ngeri hahaha" jawab Karin santai.
"Hahaha iya sih... Tapi ntar dikira nggak solid... Nempel sana, nempel sini, seenaknya sendiri." sahut Ifa menyindir.
"Hahaha, nyindir siapa sih, nek?" tanya si Astrid memberi kode.
Karin pun ikut tertawa seperti tahu maksud dari kode si Astrid. "Yah dikiranya temenan jaman kuliah itu sama kayak jaman SMA kalik kudu se-geng terus, kemana-mana bareng terus,"
"Lhah kita juga bareng terus tuh, kita kayak anak SMA dong?" sahut Ifa.
"Ah enggak juga. Nyatanya Ifa juga masih punya temen-temen aktivisnya, kamu juga punya temen-temen dari pacarmu. Aku sendiri juga masih bisa ber-haha-hihi bareng temen kelas lain." tukas Karin.
"Belajar jadi independent, biar dunia kita nggak sempit sama orang yang itu-itu aja. Ya walaupun wajar kalo kita tetep nyaman sama beberapa di antara mereka. Contohnya kita bertiga," Astrid menimpali.
"Ciyeee..."
Tidak akan ada yang abadi, bahkan pola pertemanan pun pasti berubah. Setiap orang pasti terus berjalan keluar dari zona nyaman untuk mencari zona yang jauh lebih nyaman dari sebelumnya. Mereka sebenarnya tidak perlu takut pada perubahan, perpisahan, dan merasa terlupakan. Sebab ketiga hal tersebut pasti akan melebur hilang karena rasa rindu pada kenangan.
Komentar
Posting Komentar