PING!!!
Astrid buru-buru mengecek ponselnya dan melihat siapa yang nge-BBM dia malam itu. Setelah dilihat, ternyata dari kakaknya, Sandra. Akhir minggu seperti biasanya, kakaknya menanyakan konfirmasi laporan kiriman uang saku. Tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Sandra menelepon Astrid untuk sekedar menanyakan kabar.
"Udah masuk kan kirimanku?" tanya Sandra pada adiknya mengawali percakapan.
"Udah kok, kak... Thanks yah..." jawab Astrid.
"Iya sama-sama. Lagi dimana?" tanya Sandra berbasa-basi.
"Di kost aja, nih. Kakak pulang ke rumah Bunda nggak?"
"Kemarin doang sih. Hari ini enggak. Malem minggu begini ngapain di kost doang?"
"Ya nggak ngapa-ngapain. Paling baca buku, online, standar lah. Lagi males kemana-mana juga."
"Udaaah... nggak usah galau melulu gitu. Hehehe" ledek Sandra pada adiknya.
"Idih... Siapa juga yang galau?"
"Ya, santai sih kalo emang lagi nggak galau. Hahaha. Masih mikirin Hanung ya, dek?"
Pertanyaan klasik, tapi tidak pernah Astrid jawab sekenanya. Ia tahu kakaknya memang jahil, tapi ia bisa pastikan bahwa Sandra adalah partner curhat yang bisa diandalkan.
"Enggak juga sih, kak. Alhamdulillah udah hampir nggak begitu kepikiran dia lagi." jawab Astrid jujur. Ia memang akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan urusan kuliah dan kampusnya. Sekali senggang, selalu ia habiskan waktunya untuk kesenangan dirinya sendiri, Karin dan Ifa, keluarganya, dan teman-teman lainnya.
"Aku lihatnya sih juga gitu. Ya, semoga emang beneran udah nggak kepikiran lagi deh kamu. Buruan punya pacar lagi gih, tapi jangan minta kawin dulu yakk... hahaha"
"Sialan. Hahaha. Udahan lah, kak... Apaan deh ngebahasnya sampe kawin segala."
"Ya, tapi emang bener sih. Kamu jangan menutup hati pokoknya. Aku dulu juga pernah susah move on dari mantan pacarku pas SMA, ya kasusnya sama sih... tuh cowok emang langka, dan sampe sekarang pun aku sendiri belum nemu duplikat cowok kayak dia."
"Siapa? Mas Dirga?"
"Yoi..."
"Emang dia se-spesial apa sih?"
"Pake keju sama telor. Spesial banget"
"Ah... elah... seriusan keleus aku nanyanya,"
"Hahaha. Ah... elah... kepo amat sih. Ya gitu, dia itu cowok ganteng yang tahu diri."
"Maksudnya?"
"Ya gitu. Aku dulu pisah sama dia juga karena LDR. Secara dia kuliah di Jakarta dan nggak bisa sering-sering pulang. Dia nyuruh aku buat nggak menutup hati kalo emang di sini aku bisa nemu yang lebih baik dari dia dan bisa nemenin dia tanpa kepantang jarak...,"
"Alah alasan klasik. Hanung juga begitu kali kak ngomongnya waktu mutusin aku. Nyatanya apa? Dia malah udah ganti pacar dua kali. Dua kali! Dasar laki!" jawab Astrid sama sekali nggak nyantai.
"Eits... tunggu dulu. Mas Dirga jangan kamu samain kayak Hanung. Dia sampe lulus sarjana sama sekali nggak punya pacar tauk. Itu terbukti dari kejujurannya sendiri, plus laporan dari temen-temennya yang aku kenal, yang juga sekampus sama dia di Jakarta."
"Dia kan ganteng, kak... Percaya banget kamu kalo dia nggak punya pacar. Impossible comes true,"
"Nah makanya aku bilang dia itu ganteng tapi tahu diri. Langka. Dia bisa kuliah di Jakarta karena dapet beasiswa. Dia pun hidup numpang di rumah omnya di sana, biar ngirit biaya hidup. Dia tahu diri kalo dia bukan mahasiswa borjuis dan dia juga tahu diri dia nggak punya modal buat pacaran. Jadi ya dia milih untuk nggak pacaran. Sesimpel itu. Dia nggak suka aja kalo sampe dia pacaran tapi dia belum bisa bikin seneng pacarnya. Keren kan?"
Astrid seperti heran, setengah tidak percaya, tapi tetap kagum. Laki-laki model begitu jaman sekarang emang tinggal satu banding sekian banyak. Sementara Sandra sedang bercerita tentang Mas Dirga, Astrid tiba-tiba malah terbayang beberapa laki-laki yang ada di sekitarnya. Mereka yang nggak ganteng-ganteng amat dan juga nggak tajir-tajir amat dengan begitu pedenya cari gebetan sana sini seenaknya.
Sandra melanjutkan ceritanya,"Dia pun di sana baru berani pacaran pas dia udah kerja dan ngelamar temen sekantornya. Lurus banget dia itu. Kadang emang ngebosenin sih, tapi seriusan sih, dia memang suami idaman,"
"Terus kenapa kakak nggak nikah sama dia aja?"
"Sempet lost contact selama dua tahun, aku juga nggak bisa terlalu lama nunggu. Habis itu, Fery dateng udah bawa kepastian. Ayah sama Bunda juga udah ngasih lampu ijo, ya aku nggak bisa bilang enggak,"
"Aduh... sedih..."
"Ya udah sih, kenapa jadi aku yang curhat, ya? Padahal kan tadi aku mau ngeledekin kamu, dek."
"Hahaha iya udah sih, kak. Bagi-bagi pengalaman. Siapa tahu aku habis ini bisa dapet suami yang ganteng dan tahu diri kayak mas Dirga, tapi lebih bisa ngasih kepastian. Ya nggak, kak?"
"Iya... amin. I believe that you deserve the best one, insya Allah," jawab Sandra santai.
"Amin ya Allah. Makasi lho, kak"
Astrid buru-buru mengecek ponselnya dan melihat siapa yang nge-BBM dia malam itu. Setelah dilihat, ternyata dari kakaknya, Sandra. Akhir minggu seperti biasanya, kakaknya menanyakan konfirmasi laporan kiriman uang saku. Tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Sandra menelepon Astrid untuk sekedar menanyakan kabar.
"Udah masuk kan kirimanku?" tanya Sandra pada adiknya mengawali percakapan.
"Udah kok, kak... Thanks yah..." jawab Astrid.
"Iya sama-sama. Lagi dimana?" tanya Sandra berbasa-basi.
"Di kost aja, nih. Kakak pulang ke rumah Bunda nggak?"
"Kemarin doang sih. Hari ini enggak. Malem minggu begini ngapain di kost doang?"
"Ya nggak ngapa-ngapain. Paling baca buku, online, standar lah. Lagi males kemana-mana juga."
"Udaaah... nggak usah galau melulu gitu. Hehehe" ledek Sandra pada adiknya.
"Idih... Siapa juga yang galau?"
"Ya, santai sih kalo emang lagi nggak galau. Hahaha. Masih mikirin Hanung ya, dek?"
Pertanyaan klasik, tapi tidak pernah Astrid jawab sekenanya. Ia tahu kakaknya memang jahil, tapi ia bisa pastikan bahwa Sandra adalah partner curhat yang bisa diandalkan.
"Enggak juga sih, kak. Alhamdulillah udah hampir nggak begitu kepikiran dia lagi." jawab Astrid jujur. Ia memang akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan urusan kuliah dan kampusnya. Sekali senggang, selalu ia habiskan waktunya untuk kesenangan dirinya sendiri, Karin dan Ifa, keluarganya, dan teman-teman lainnya.
"Aku lihatnya sih juga gitu. Ya, semoga emang beneran udah nggak kepikiran lagi deh kamu. Buruan punya pacar lagi gih, tapi jangan minta kawin dulu yakk... hahaha"
"Sialan. Hahaha. Udahan lah, kak... Apaan deh ngebahasnya sampe kawin segala."
"Ya, tapi emang bener sih. Kamu jangan menutup hati pokoknya. Aku dulu juga pernah susah move on dari mantan pacarku pas SMA, ya kasusnya sama sih... tuh cowok emang langka, dan sampe sekarang pun aku sendiri belum nemu duplikat cowok kayak dia."
"Siapa? Mas Dirga?"
"Yoi..."
"Emang dia se-spesial apa sih?"
"Pake keju sama telor. Spesial banget"
"Ah... elah... seriusan keleus aku nanyanya,"
"Hahaha. Ah... elah... kepo amat sih. Ya gitu, dia itu cowok ganteng yang tahu diri."
"Maksudnya?"
"Ya gitu. Aku dulu pisah sama dia juga karena LDR. Secara dia kuliah di Jakarta dan nggak bisa sering-sering pulang. Dia nyuruh aku buat nggak menutup hati kalo emang di sini aku bisa nemu yang lebih baik dari dia dan bisa nemenin dia tanpa kepantang jarak...,"
"Alah alasan klasik. Hanung juga begitu kali kak ngomongnya waktu mutusin aku. Nyatanya apa? Dia malah udah ganti pacar dua kali. Dua kali! Dasar laki!" jawab Astrid sama sekali nggak nyantai.
"Eits... tunggu dulu. Mas Dirga jangan kamu samain kayak Hanung. Dia sampe lulus sarjana sama sekali nggak punya pacar tauk. Itu terbukti dari kejujurannya sendiri, plus laporan dari temen-temennya yang aku kenal, yang juga sekampus sama dia di Jakarta."
"Dia kan ganteng, kak... Percaya banget kamu kalo dia nggak punya pacar. Impossible comes true,"
"Nah makanya aku bilang dia itu ganteng tapi tahu diri. Langka. Dia bisa kuliah di Jakarta karena dapet beasiswa. Dia pun hidup numpang di rumah omnya di sana, biar ngirit biaya hidup. Dia tahu diri kalo dia bukan mahasiswa borjuis dan dia juga tahu diri dia nggak punya modal buat pacaran. Jadi ya dia milih untuk nggak pacaran. Sesimpel itu. Dia nggak suka aja kalo sampe dia pacaran tapi dia belum bisa bikin seneng pacarnya. Keren kan?"
Astrid seperti heran, setengah tidak percaya, tapi tetap kagum. Laki-laki model begitu jaman sekarang emang tinggal satu banding sekian banyak. Sementara Sandra sedang bercerita tentang Mas Dirga, Astrid tiba-tiba malah terbayang beberapa laki-laki yang ada di sekitarnya. Mereka yang nggak ganteng-ganteng amat dan juga nggak tajir-tajir amat dengan begitu pedenya cari gebetan sana sini seenaknya.
Sandra melanjutkan ceritanya,"Dia pun di sana baru berani pacaran pas dia udah kerja dan ngelamar temen sekantornya. Lurus banget dia itu. Kadang emang ngebosenin sih, tapi seriusan sih, dia memang suami idaman,"
"Terus kenapa kakak nggak nikah sama dia aja?"
"Sempet lost contact selama dua tahun, aku juga nggak bisa terlalu lama nunggu. Habis itu, Fery dateng udah bawa kepastian. Ayah sama Bunda juga udah ngasih lampu ijo, ya aku nggak bisa bilang enggak,"
"Aduh... sedih..."
"Ya udah sih, kenapa jadi aku yang curhat, ya? Padahal kan tadi aku mau ngeledekin kamu, dek."
"Hahaha iya udah sih, kak. Bagi-bagi pengalaman. Siapa tahu aku habis ini bisa dapet suami yang ganteng dan tahu diri kayak mas Dirga, tapi lebih bisa ngasih kepastian. Ya nggak, kak?"
"Iya... amin. I believe that you deserve the best one, insya Allah," jawab Sandra santai.
"Amin ya Allah. Makasi lho, kak"
Komentar
Posting Komentar