Langsung ke konten utama

Rabu Seminggu yang Lalu

Seminggu yang lalu, jam segini saya sudah di kost dengan pembaringan dan nafas penuh kelegaan. Saya melihat lagi kiriman pesan berisikan kata "Semangat" dan "Good Luck" memenuhi inbox dan beberapa notification di akun sosial media saya. Tidak semuanya terbalas, tapi saya mengamini semuanya. Melalui tulisan ini pula saya secara langsung mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya kepada semuanya.

Melalui tulisan ini pula saya hendak bercerita, tentang apa yang saya dapat di hari Rabu, seminggu yang lalu. 

Jujur saja, untuk menghadapi hari di tanggal 16 April 2014 kemarin, saya sudah menyiapkan banyak hal. Dari yang sifatnya konkrit seperti kesiapan berkas sampai yang abstrak seperti kesiapan mental dan doa, semuanya saya lakukan. Saya sengaja untuk menirakati kompetisi ini dengan lebih khusyuk berdoa dan berpuasa. Saya lakukan semua itu atas kesadaran diri, karena memang saya lemah, tidak hanya dari beberapa hal, tapi hampir di semua aspek. Sehingga tidak ada tempat selain saya memohon pertolongan selain dari tangan-Nya.

Under confidence

Hampir semua grand finalis yang menjadi pesaing saya merupakan orang pilihan dan berpengalaman. Relasi mereka sangatlah luas, pengalaman ke luar negeri hampir sudah didapat oleh sebagian besar dari mereka, IPK mereka pun rata-rata cumlaude. Kalau bukan karena kuasa-Nya, saya tidak mungkin diletakkan berdiri sejajar dengan mereka.

Berlebihan memang, saya hampir tiap malam menangis mendekati hari Rabu, seminggu yang lalu. Tidur saya tak tenang, makan pun rasanya tak senikmat biasanya. Hampir mirip orang yang sedang patah hati sepertinya. Kegelisahan saya memang dipicu karena ketidakpercayaan diri saya yang melebihi batas.

Karya tulis saya harus mengalami revisi total satu malam sebelum hari dimana saya harus mengumpulkannya. Tidak ada yang menghendaki kejadian ini. Selama proses penulisan karya tulis ini, saya lebih banyak berjuang sendiri. Pertolongan-Nya baru datang melalui bantuan dari Esty Dyah Imaniar, kakak senior sekaligus sahabat saya, semalam sebelum saya harus mengumpulkannya. Kritikan dan masukan dari dosen pengampu diklat juga baru datang beberapa sebelum presentasi.

Semuanya saya terima dan semuanya hampir membuat saya gila. Bukan pencerahan yang saya rasakan, tapi lebih kepada rasa galau yang berkepanjangan. Kemampuan saya terbatas, akhirnya hanya bisa memohon tolong pada Yang Di Atas agar diberi kemudahan dan tidak tampil memalukan.
  
The day

Hingga akhirnya Rabu itu pun datang. Dimulai dengan pagi sebelum pukul 08.00 WIB, hampir seluruh peserta sudah berada di tempat diselenggarakannya kompetisi. Yang perempuan berbusana like a lady, tampak cantik dan menarik. Yang laki-laki sudah seperti eksekutif muda, berpakaian rapi, tampak tampan dan menawan. Semuanya tegang, semuanya (berusaha) terlihat tenang, termasuk saya.

Presentasi dimulai

Siapa yang menyangka saya mendapat nomor urutan kedua. Saya berusaha menampilkan semaksimal mungkin sebisa saya, dengan tetap melibatkan Dia. Semua lancar (alhamdulillah). Kritikan dan masukan jelas saya dapatkan. Apa yang akan dikritik oleh Dewan Juri sesuai dengan apa yang saya perkirakan sebelumnya.

Beliau-beliau berkata bahwa struktur penulisan karya tulis saya belum berkesinambungan, novelty dari gagasan yang saya tuliskan masih dipertanyakan, keterkaitan antara judul dan isi masih di luar eskpektasi, dan beberapa kutipan yang saya gunakan dalam karya tulis saya ada yang belum tercantum di Daftar Pustaka. Semoga bisa jadi pembelajaran untuk saya dan semuanya, supaya kelak jika dituntut untuk menulis karya tulis ilmiah bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Ketika Interview

Sosok yang tidak asing bagi saya ketika masuk ke ruang interview. Saya melihat dosen saya sendiri tampak anggun duduk di mejanya sambil menunggu saya, sebagai peserta selanjutnya, yang siap diwawancarai dengan Bahasa Inggris. Lagi-lagi menurut saya, semua berjalan lancar (alhamdulillah). Wawancara berjalan layaknya obrolan diskusi yang berkesinambungan. Saya mampu menangkap makna dari ekspresi muka beliau yang memang sudah tidak banyak berekspektasi pada hasil yang akan saya raih nantinya.

Rangkaian kompetisi pun berakhir. Seluruh finalis pun rehat sambil menunggu hasil pengumuman. Kami bercanda, bercengkrama, dan foto bersama. Kami memang belum lama saling mengenal, tapi obrolan seru bisa mengalir begitu saja. Keakraban pun terjalin tanpa perlu merasa dibuat-buat. Hingga rencana nobar pun digagas alih-alih untuk menambah esensi keakraban tersebut.

Pengumuman

Setelah beberapa jam menunggu, kami pun akhirnya duduk rapi untuk mendengar pengumuman yang sudah dinanti sejak tadi. Dengan properti seadanya, panitia pun menyampaikan pengumumannya. Baik dari diploma maupun sarjana sudah diputuskan siapa pemenangnya. Sudah banyak yang menyangka, baik dari diploma dan sarjana dijawarai oleh Fakultas Kedokteran.

Sambil menelan kekecewaan, saya meneguk air putih yang tersisa. Sambil berupaya tetap mengucap hamdalah, hati saya berkata "This is the best answer, Muthia."
Mbak Esty yang melihatku berubah ekspresi wajah, seketika menepuk pundak saya dan berkata, "You've done your best."
"Very well, thanks"

Intinya:
Menjadi bagian dari mereka saja sudah merupakan kebanggaan. Sesungguhnya saya mampu berbuat lebih, tapi Dia tidak mengizinkan saya untuk berbuat berlebihan. Setidaknya saya masih bisa bersyukur bisa berkenalan dengan mereka, belajar dari mereka, dan semakin berikhtiar untuk tetap berdiri sejajar dengan mereka, tapi tetap dengan jalur saya sendiri yang dikehendaki oleh-Nya.


Rabu, seminggu yang lalu bukanlah akhir, tapi malah menjadi awal yang baru.
Semoga Dia terus meridhoi saya untuk terus berprestasi dan berkontribusi dalam hal kebaikan di jalan lain yang lebih baik. Amin ya Rabbalamin.

Luar biasa rasanya bisa mengucap hamdalah dalam kekecewaan. Karena tidak selalu ucapan "semangat" di awal selalu berakhir pada ucapan "selamat" di akhir. Setidaknya, saya tidak pernah berambisi, sehingga rasa kecewa ini tidak perlu terlalu larut disesali.

Terima kasih Imapres UNS :) I've learned how to be a good competitor by this way.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, saya akan

Konsep Suguhan Pernikahan dan Segala Resikonya

Beberapa hari yang lalu, saya merasa tersentil dengan komik singkat karya mas Dody YW yang diunggah melalui fanspage FB-nya " Goresan Dody ". Jujur, saya merasa tersentil sekaligus baper. Memang apa sih isi komiknya? Nih, berikut media komiknya saya lampirkan: Adab Makan sambil Duduk credits: FP Goresan Dody Sebagai individu yang sejak lahir di Semarang sampai lulus SMA, saya memang lebih familiar dengan konsep pernikahan yang menyuguhkan hidangan secara prasmanan. Para tamu disetting untuk antre makanan dan setelah dapat harus berdiri sambil berdesak-desakan untuk makan. Apakah tidak ada kursi? Biasanya ada, tapi jumlahnya hanya 1/10 dari jumlah undangan yang hadir. Berbeda dengan konsep pernikahan yang ada di Solo Raya (Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen), pernikahan dengan cara piring terbang masih mudah untuk ditemui. Meskipun beberapa ada yang sudah beralih dengan menggunakan konsep prasmanan, tetapi piring terbang masih jadi andalan. Pola menuny

Resensi Novel "Heart Emergency"

Judul Buku : Heart Emergency Penulis : Falla Adinda Penerbit : Bukune Sesuai sub judul dari novel ini yang bertuliskan "pahit manis cinta dokter muda" dan berbasis "Personal Literature", novel ini mengisahkan seorang Falla yang saat itu masih menjadi ko-ass di sebuah Rumah Sakit yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya, memaksa ia untuk menjalani Long Distance Relationship dengan pacarnya saat itu yang bernama Reza tapi biasa dijuluki dengan sebutan Bul. Falla dan Reza telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Namun seiring berjalannya waktu, kesibukan dan beban Falla sebagai ko-ass membuat Reza tidak bisa menerima keluh kesah dari kekasihnya tersebut hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan kisah cinta mereka yang telah berjalan selama 5 tahun. Sejak saat itu pula Falla menjadi malas dan tidak percaya bahwa Long Distance Relationship itu dapat bertahan lama. Namun keteguhan hati Falla akhirnya luluh saat bertemu Yama. Laki-laki yang