Jumat yang melelahkan, sama seperti hari lainnya. Walaupun konon katanya Jumat adalah 'hari pendek', Astrid tetap saja sibuk seperti hari-hari lainnya. Ia bahkan hampir lupa bahwa ia memiliki janji dengan seseorang.
"Halo, Assalamualaykum..." kata Astrid membuka percakapan di telepon sambil menyandarkan punggungnya di tembok mushola. Ia asal saja mengangkat telepon tanpa terlebih dulu melihat siapa peneleponnya.
"Wa'alaykumsalam. Lagi dimana, Trid?" Astrid yang sedang mengatur nafas, baru menyadari bahwa Hanung yang meneleponnya. Seketika ia melihat arlojinya, masih pukul 11.15.
"Eh, kamu. Aku masih di kampus nih. Gimana?"
"Oh, ya udah. Kamu habis ini udah nggak ada kegiatan kan?"
"Enggak kok. Ini cuma leren bentar di musholla habis itu pulang ke kost. Jadi mau jemput jam berapa? Kamu nggak Jumatan dulu?" kata Astrid berpura-pura tidak lupa dengan janjinya untuk pergi siang ini bersama Hanung.
"Jumatan dulu kok, ini udah di maskam. Kamu pulang kost dulu gih, istirahat sambil siap-siap. Insya Allah jam 1 aku jemput ya."
"Ok, see you, then."
"Assalamualaykum."
"Waalaykumsalam." -klik-
"Pffiuhh~ untung nggak ketahuan kalo aku hampir saja lupa kalau ada janji dengannya." kata Astrid dalam hati setelah menutup telepon. Ia pun bergegas untuk pulang, bukan untuk istirahat, melainkan untuk mencari 'kostum terbaik' sebelum dijemput oleh Hanung. Ia kebingungan seperti gadis remaja yang hendak melakukan kencan pertama. Saat bercermin, ia juga merasa kesal dan tidak percaya diri melihat kantung matanya yang tidak bisa disembunyikan karena begadang beberapa malam terakhir.
Tidak ingin terlalu lama membuang waktu, Astrid yang melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 12.15 pun segera mengambil air wudhu untuk solat Dhuhur.
"Ya Rabb, jika Engkau berhendak jadilah... maka jadilah. Engkau yang mengatur skenario hidup kami, maka berkahilah pertemuan kami siang ini. Hamba tak pernah tahu apa isi hatinya, hamba tak pernah tahu apa yang terbaik untuk kami berdua. Engkau Maha Mengetahui, sedang aku tidak mengetahui. Jangan biarkan hamba mengharap sesuatu selain dari-Mu, ya Rabb. Hamba begitu mencintaimu-Mu, maka jangan biarkan hamba mencintai hal lain selain Engkau. Amin"
Waktu yang dijanjikan pun akhirnya tiba. Tepat pukul satu siang, Hanung sudah sampai di depan kost Astrid. Kamar Astrid yang terletak di lantai dua pun bisa melihat mobil yang berhenti di depan kost-nya dari jendela kamarnya. Ia mencoba melihat seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. Namun karena silaunya sinar matahari dan halauan jendela mobil membuatnya tidak bisa melihat jelas sosok yang ada di dalam mobil tersebut.
"Aku udah di depan." SMS dari Hanung pun memanggilnya untuk segera bergegas.
Saat membuka pintu kost dan hendak keluar, degup jantung Astrid mendadak tidak karuan iramanya. "Hampir dua tahun kami tidak berjumpa. Seperti apa dia sekarang? Apakah ia juga merasa degup jantung yang tidak karuan seperti yang ku rasakan sekarang?"
Astrid mencoba untuk menarik nafas perlahan, mencoba bersikap senatural mungkin. Ia sudah menyiapkan senyum dan penampilan terbaiknya, sampai ia keluar dan melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi besar di luar pagar kost-nya.
"Assalamualaykum, Astrid." sambil tersenyum, sosok laki-laki itu menyapa hangat.
"Wa'alaykumsalam, Hanung." Astrid pun membalas senyum itu, senyum yang tidak banyak berubah dari dua tahun yang lalu.
"Halo, Assalamualaykum..." kata Astrid membuka percakapan di telepon sambil menyandarkan punggungnya di tembok mushola. Ia asal saja mengangkat telepon tanpa terlebih dulu melihat siapa peneleponnya.
"Wa'alaykumsalam. Lagi dimana, Trid?" Astrid yang sedang mengatur nafas, baru menyadari bahwa Hanung yang meneleponnya. Seketika ia melihat arlojinya, masih pukul 11.15.
"Eh, kamu. Aku masih di kampus nih. Gimana?"
"Oh, ya udah. Kamu habis ini udah nggak ada kegiatan kan?"
"Enggak kok. Ini cuma leren bentar di musholla habis itu pulang ke kost. Jadi mau jemput jam berapa? Kamu nggak Jumatan dulu?" kata Astrid berpura-pura tidak lupa dengan janjinya untuk pergi siang ini bersama Hanung.
"Jumatan dulu kok, ini udah di maskam. Kamu pulang kost dulu gih, istirahat sambil siap-siap. Insya Allah jam 1 aku jemput ya."
"Ok, see you, then."
"Assalamualaykum."
"Waalaykumsalam." -klik-
"Pffiuhh~ untung nggak ketahuan kalo aku hampir saja lupa kalau ada janji dengannya." kata Astrid dalam hati setelah menutup telepon. Ia pun bergegas untuk pulang, bukan untuk istirahat, melainkan untuk mencari 'kostum terbaik' sebelum dijemput oleh Hanung. Ia kebingungan seperti gadis remaja yang hendak melakukan kencan pertama. Saat bercermin, ia juga merasa kesal dan tidak percaya diri melihat kantung matanya yang tidak bisa disembunyikan karena begadang beberapa malam terakhir.
Tidak ingin terlalu lama membuang waktu, Astrid yang melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 12.15 pun segera mengambil air wudhu untuk solat Dhuhur.
"Ya Rabb, jika Engkau berhendak jadilah... maka jadilah. Engkau yang mengatur skenario hidup kami, maka berkahilah pertemuan kami siang ini. Hamba tak pernah tahu apa isi hatinya, hamba tak pernah tahu apa yang terbaik untuk kami berdua. Engkau Maha Mengetahui, sedang aku tidak mengetahui. Jangan biarkan hamba mengharap sesuatu selain dari-Mu, ya Rabb. Hamba begitu mencintaimu-Mu, maka jangan biarkan hamba mencintai hal lain selain Engkau. Amin"
Waktu yang dijanjikan pun akhirnya tiba. Tepat pukul satu siang, Hanung sudah sampai di depan kost Astrid. Kamar Astrid yang terletak di lantai dua pun bisa melihat mobil yang berhenti di depan kost-nya dari jendela kamarnya. Ia mencoba melihat seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. Namun karena silaunya sinar matahari dan halauan jendela mobil membuatnya tidak bisa melihat jelas sosok yang ada di dalam mobil tersebut.
"Aku udah di depan." SMS dari Hanung pun memanggilnya untuk segera bergegas.
Saat membuka pintu kost dan hendak keluar, degup jantung Astrid mendadak tidak karuan iramanya. "Hampir dua tahun kami tidak berjumpa. Seperti apa dia sekarang? Apakah ia juga merasa degup jantung yang tidak karuan seperti yang ku rasakan sekarang?"
Astrid mencoba untuk menarik nafas perlahan, mencoba bersikap senatural mungkin. Ia sudah menyiapkan senyum dan penampilan terbaiknya, sampai ia keluar dan melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi besar di luar pagar kost-nya.
"Assalamualaykum, Astrid." sambil tersenyum, sosok laki-laki itu menyapa hangat.
"Wa'alaykumsalam, Hanung." Astrid pun membalas senyum itu, senyum yang tidak banyak berubah dari dua tahun yang lalu.
Komentar
Posting Komentar