Melihat jari manis Astrid yang sudah terlingkari cincin, seketika Hanung langsung meraba sesuatu di sakunya. Seperti tidak ingin malu, ia memutuskan untuk kembali ke mobil dan meletakkan barang yang sudah dikantunginya sejak perjalanan dari rumahnya tadi pagi.
"Mau kemana, Nung?" tanya Astrid keheranan.
"Aku ke mobil sebentar ya, mau ambil power bank."
Sesampainya di mobil, ia segera membuka dashboard bukan untuk mengambil sesuatu, tetapi malah meletakkan sesuatu. "Mungkin aku sudah terlambat," kata Hanung dalam hati sambil meletakkan kotak cincin berbentuk hati dengan sebuah cincin emas putih di dalamnya. Sambil ia letakkan kotak cincin itu, Hanung mencoba untuk mengontrol diri agar tidak terlalu menunjukkan raut muka tidak bahagia. Ia berusaha untuk bersikap senatural mungkin di depan Astrid, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lhoh, katanya mau ambil power bank?" Astrid terus bertanya keheranan melihat tidak ada power bank di tangan Hanung sekembalinya ia dari tempat parkir. Hanung yang khilaf karena lupa membawa power bank tiba-tiba menjadi gelagapan.
"Eng... anu... isinya ternyata habis. Nanti aku nunut nge-charge di tempat kamu aja ya."
"Ya udah, santai. Ini pake punyaku dulu aja." kata Astrid sambil memberi power bank dari tasnya.
"Wah, makasi ya. Kamu nggak pake?"
"Batereku udah penuh kok. Eh anyway, ada angin apa kok tiba-tiba kamu pengen ngajak aku ketemu?"
Seperti petir di siang bolong tanpa mendung atau angin kencang. Hanung lagi-lagi tidak bisa menjawab misi utamanya ingin menemui Astrid lagi. Ia memang ingin meminta tolong pada Astrid untuk menemaninya beberapa waktu ke depan terkait persiapan co-ass nya yang rencananya akan ditempatkan di salah satu RSUD di kota perantauan Astrid ini. Tapi di sisi lain, Hanung juga ingin meminta Astrid untuk menemaninya sebagai...
"Nung?" Astrid memegang pundak Hanung. "Kok ngelamun? Kamu nggakpapa kan?"
Ah, dua kalimat itu, masih persis seperti yang dulu. Hanung hafal betul ketika ia sedang banyak memikirkan sesuatu, tenggelam dalam lamunannya sendiri, Astrid selalu datang di waktu yang tepat sambil membawakan sesuatu, entah teh, kopi, atau susu coklat hangat dan berkata, "Kok ngelamun? Kamu nggakpapa kan?" Dan seketika itu juga Hanung bisa tersenyum bersama dua kehangatan yang dibawa oleh Astrid untuknya. Ia seakan lupa sejenak dengan berbagai masalahnya.
Tapi kini rasa hangat itu tidak sepenuhnya sama. Jari manis tangan yang menepuk pundaknya kini sudah dilingkari cincin emas kuning. "Betapa beruntungnya lelaki yang lebih dulu melingkarkan cincin itu di jarimu, Trid." sesal Hanung dalam hati.
"Eh... emm, nggakpapa kok... Jadi gini, aku ke Solo karena...."
"Mau kemana, Nung?" tanya Astrid keheranan.
"Aku ke mobil sebentar ya, mau ambil power bank."
Sesampainya di mobil, ia segera membuka dashboard bukan untuk mengambil sesuatu, tetapi malah meletakkan sesuatu. "Mungkin aku sudah terlambat," kata Hanung dalam hati sambil meletakkan kotak cincin berbentuk hati dengan sebuah cincin emas putih di dalamnya. Sambil ia letakkan kotak cincin itu, Hanung mencoba untuk mengontrol diri agar tidak terlalu menunjukkan raut muka tidak bahagia. Ia berusaha untuk bersikap senatural mungkin di depan Astrid, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lhoh, katanya mau ambil power bank?" Astrid terus bertanya keheranan melihat tidak ada power bank di tangan Hanung sekembalinya ia dari tempat parkir. Hanung yang khilaf karena lupa membawa power bank tiba-tiba menjadi gelagapan.
"Eng... anu... isinya ternyata habis. Nanti aku nunut nge-charge di tempat kamu aja ya."
"Ya udah, santai. Ini pake punyaku dulu aja." kata Astrid sambil memberi power bank dari tasnya.
"Wah, makasi ya. Kamu nggak pake?"
"Batereku udah penuh kok. Eh anyway, ada angin apa kok tiba-tiba kamu pengen ngajak aku ketemu?"
Seperti petir di siang bolong tanpa mendung atau angin kencang. Hanung lagi-lagi tidak bisa menjawab misi utamanya ingin menemui Astrid lagi. Ia memang ingin meminta tolong pada Astrid untuk menemaninya beberapa waktu ke depan terkait persiapan co-ass nya yang rencananya akan ditempatkan di salah satu RSUD di kota perantauan Astrid ini. Tapi di sisi lain, Hanung juga ingin meminta Astrid untuk menemaninya sebagai...
"Nung?" Astrid memegang pundak Hanung. "Kok ngelamun? Kamu nggakpapa kan?"
Ah, dua kalimat itu, masih persis seperti yang dulu. Hanung hafal betul ketika ia sedang banyak memikirkan sesuatu, tenggelam dalam lamunannya sendiri, Astrid selalu datang di waktu yang tepat sambil membawakan sesuatu, entah teh, kopi, atau susu coklat hangat dan berkata, "Kok ngelamun? Kamu nggakpapa kan?" Dan seketika itu juga Hanung bisa tersenyum bersama dua kehangatan yang dibawa oleh Astrid untuknya. Ia seakan lupa sejenak dengan berbagai masalahnya.
Tapi kini rasa hangat itu tidak sepenuhnya sama. Jari manis tangan yang menepuk pundaknya kini sudah dilingkari cincin emas kuning. "Betapa beruntungnya lelaki yang lebih dulu melingkarkan cincin itu di jarimu, Trid." sesal Hanung dalam hati.
"Eh... emm, nggakpapa kok... Jadi gini, aku ke Solo karena...."
Komentar
Posting Komentar