"Itu tadi temen deket kamu?" tanya Hanung ketika mobilnya sudah mulai melaju meninggalkan tempat makan dimana mereka bertemu dengan Ifa dan pacarnya. Hanung merasa ada keanehan dari cara Ifa memandangnya. Ia seperti mencium aroma ketidaksukaan Ifa padanya.
Tapi karena Astrid terlalu lurus dan sama sekali tidak menaruh curiga pada temannya, ia pun mencoba untuk mendinginkan api kecurigaan Hanung pada Ifa.
"Iya lumayan deket, sekelas juga sih. kenapa gitu?"
"Kayaknya kok agak gimana gitu ya sama aku. Atau perasaanku aja ya?" Hanung menaruh curiga.
"Gimana gitu gimana maksudnya?" tanya Astrid heran.
"Ya agak nggak suka gitu sih keliatannya. Senyum sih, tapi kerasa beda aja ngeliatnya."
"Ah, dia emang gitu. Wajahnya emang agak jutek kalo belum kenal. Santai, orangnya baik banget kok. Tampangnya doang itu yang jutek, atinya melankolis banget padahal. Hahaha."
"Masa sih? Hahaha. Kok bisa gitu?"
Lalu Astrid pun menceritakan kelucuan teman-teman dekatnya itu kepada Hanung. Ia juga menceritakan Karin, sang preman yang takut kegelapan. Hanung pun tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Karin yang penuh semangat itu.
"Eh, ini mau kemana lagi?" tanya Hanung.
"Solat Ashar dulu aja yuk..."
"Oke deh. Habis itu?"
"Terserah kamu." jawab Astrid kalem sambil mengganti playlist musik yang diputar di mobil saat itu.
"Nonton yuk..." Astrid pun hanya mengangguk. Mereka berdua benar-benar menikmati akhir pekan dengan tanpa beban. Apa pun yang terjadi, terjadilah. Mungkin itu yang ada di benak mereka berdua.
Selesai mengimami, Hanung mengintip di celah hijab yang membatasi tempat solat jamaah laki-laki dan perempuan. Ia tidak sampai hati untuk pulang lagi tanpa kepastian. Akhirnya Hanung menekadkan diri untuk tetap mengajaknya datang di acara wisudanya bulan depan.
"Bulan depan tanggal 20 kamu udah ada agenda belum?"
Sambil melihat agenda di ponselnya Astrid pun menjawab, "Emm... Belum kayaknya, kenapa?"
"Kamu pulang ya, aku tanggal itu insya Allah wisuda. Aku pengen kamu dateng. Bisa kan?"
"Jadi pendamping wisuda bayaran nih?"
"Hehehe. Dibayar pake apa maunya?"
"Emm... pake apa ya..." Astrid mencoba berakting sok serius sambil mencoba mencari sesuatu yang bisa ia minta dari Hanung.
"Aku bayar pake kepastian mau?" kata Hanung menawari tiba-tiba membuat Astrid terbelalak. Ia tahu, Hanung saat itu tidak sedang bercanda.
Tapi karena Astrid terlalu lurus dan sama sekali tidak menaruh curiga pada temannya, ia pun mencoba untuk mendinginkan api kecurigaan Hanung pada Ifa.
"Iya lumayan deket, sekelas juga sih. kenapa gitu?"
"Kayaknya kok agak gimana gitu ya sama aku. Atau perasaanku aja ya?" Hanung menaruh curiga.
"Gimana gitu gimana maksudnya?" tanya Astrid heran.
"Ya agak nggak suka gitu sih keliatannya. Senyum sih, tapi kerasa beda aja ngeliatnya."
"Ah, dia emang gitu. Wajahnya emang agak jutek kalo belum kenal. Santai, orangnya baik banget kok. Tampangnya doang itu yang jutek, atinya melankolis banget padahal. Hahaha."
"Masa sih? Hahaha. Kok bisa gitu?"
Lalu Astrid pun menceritakan kelucuan teman-teman dekatnya itu kepada Hanung. Ia juga menceritakan Karin, sang preman yang takut kegelapan. Hanung pun tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Karin yang penuh semangat itu.
"Eh, ini mau kemana lagi?" tanya Hanung.
"Solat Ashar dulu aja yuk..."
"Oke deh. Habis itu?"
"Terserah kamu." jawab Astrid kalem sambil mengganti playlist musik yang diputar di mobil saat itu.
"Nonton yuk..." Astrid pun hanya mengangguk. Mereka berdua benar-benar menikmati akhir pekan dengan tanpa beban. Apa pun yang terjadi, terjadilah. Mungkin itu yang ada di benak mereka berdua.
Selesai mengimami, Hanung mengintip di celah hijab yang membatasi tempat solat jamaah laki-laki dan perempuan. Ia tidak sampai hati untuk pulang lagi tanpa kepastian. Akhirnya Hanung menekadkan diri untuk tetap mengajaknya datang di acara wisudanya bulan depan.
"Bulan depan tanggal 20 kamu udah ada agenda belum?"
Sambil melihat agenda di ponselnya Astrid pun menjawab, "Emm... Belum kayaknya, kenapa?"
"Kamu pulang ya, aku tanggal itu insya Allah wisuda. Aku pengen kamu dateng. Bisa kan?"
"Jadi pendamping wisuda bayaran nih?"
"Hehehe. Dibayar pake apa maunya?"
"Emm... pake apa ya..." Astrid mencoba berakting sok serius sambil mencoba mencari sesuatu yang bisa ia minta dari Hanung.
"Aku bayar pake kepastian mau?" kata Hanung menawari tiba-tiba membuat Astrid terbelalak. Ia tahu, Hanung saat itu tidak sedang bercanda.
Komentar
Posting Komentar