"Sekarang pake jilbab gede terus, sist?" tanya salah seorang teman lama, yang mungkin juga menjadi pertanyaan teman-temanku kebanyakan (yang berani bertanya).
"Hehehe, kenapa emang? Ada yang salah?" jawabku balik bertanya.
"Kenapa gitu? Kok bisa gitu lho... Disuruh temen-temen barumu?" dan akhirnya aku kembali diberi pertanyaan. Aku sudah menduga bahwa mereka memiliki banyak praduga, dan berujung pada prasangka.
Banyak yang mungkin penasaran dengan perubahan penampilanku. Yang nggak pernah mau pake celana jeans, yang makin rajin pake kaos kaki kalau keluar, yang jilbabnya dobel-dobel, yang bajunya harus nutup sampai bawah pinggul, dan lain sebagainya.
Sebenarnya saya tidak ingin membahas perkara ini dengan ayat atau dalil. Maklum, saya mengaku bahwa saya belum bener, dan merasa belum pantes jadi tukang syi'ar yang fasih menyeru ayat-ayat-Nya. Tapi, di sini saya akan menjelaskan alasan-alasan sederhana (yang bisa saya sebut bodoh) mengapa saya berubah.
1. Kenapa nggak mau pake celana jeans?
Jujur, saya nggak pede sama kaki saya yang besar. Dengan mengenakan rok, kelemahan saya itu bisa tertutupi. Saya merasa lebih percaya diri dan merasa lebih terlihat anggun dengan mengenakan rok. Lagipula beli rok jauh lebih murah daripada beli celana jeans. Satu celana jeans yang cukup untuk ukuran kaki saya, minimal harganya 120ribu rupiah. Sedangkan rok yang rata-rata all size harganya cukup 60-80ribu rupiah saja. Dengan motif dan bahan yang beraneka ragam, saya malah lebih senang menggunakan rok daripada celana jeans pensil yang ketat dan mahal dengan warnanya itu-itu saja.
2. Kenapa saya pake kaos kaki terus?
Itu karena saya punya keloid di kaki saya. Keloid tersebut merupakan bekas luka jahitan di tahun 2011 silam yang sampai saat ini (dan mungkin entah sampai kapan) tidak kunjung hilang. Untuk menutupi bekas luka tersebut, saya lebih nyaman menggunakan kaos kaki. Terlebih lagi saya bisa menjaga kulit kaki saya dari paparan sinar UV yang jahat setiap harinya. Jadi, ya entah kenapa saya tidak bisa keluar rumah tanpa kaos kaki.
3. Kenapa jilbab saya dobel-dobel?
Karena jilbab paris saya kebanyakan terlalu tipis. Leher dan rambut saya sering terlihat kalau jilbab saya tidak didobel dan ditekuk terlalu kecil. Untuk itu saya menyiasatinya dengan menambah dobelan jilbab paris saya. Dan entah kenapa saya juga jadi lebih bisa memadu madankan warna, sesuai dengan corak baju saya. Jadi ya gitu... alasannya sederhana...
4. Kenapa nggak dicepol aja rambutnya biar nggak keluar-keluar?
Rambut yang dicepol dan diikat terlalu kencang itu bikin pusing dan makin memicu kerontokan. Ini serius. Walaupun berjilbab, kita harus tetap merawat dan menjaga kesehatan rambut. Nah, kalau jilbab bagian belakang bisa lebih panjang dan lebar, maka nggak perlu lagi ada rambut yang harus disiksa dengan cepolan yang tinggi dan terlalu kencang. Lagipula bagi pengendara motor seperti saya, cepolan rambut yang tinggi dan kencang itu menyusahkan helm untuk dikenakan secara sempurna. Jadi, saya memilih untuk tidak menggadaikan keselamatan saya hanya karena cepolan rambut yang tinggi dan menyiksa.
5. Kenapa pake bajunya harus nutup sampe pinggul?
Lagi-lagi alasan yang sama, karena pinggul saya lebar dan saya malu untuk menggunakan pakaian yang terlalu naik ke atas pinggang.
Semua alasan terlihat bodoh kan? Ya, entah kenapa Allah sudah menciptakan banyak kekurangan pada tubuh saya yang membuat saya tidak percaya diri. Tapi ternyata Allah sudah menciptakan masalah satu paket dengan solusinya. Ajaran Islam menuntun saya untuk menutupi semua cela yang saya miliki. Dengan cara apa? Yaitu dengan berjilbab lebih syar'i.
Dan alhamdulillah dengan begini, saya semakin didekatkan kebaikan, seperti teman-teman yang baik, perkumpulan yang baik, dan selalu merasa terlindung ketika di jalan banyak yang menggoda. Dan jangan salah, dengan begini tidak sembarang lelaki pula yang berani mendekat (*ehem).
Mau dibilang fanatik, ya monggo... Dibilang Islam aliran keras, ya silakan... Semoga hidaya segera datang pada mereka yang terlalu banyak berprasangka dan termakan stereotype belaka. Lagipula bagaimana pun penampilan dan kelakuan saya, saya tetap berusaha untuk tegar jika dihina, karena sebagai manusia saya sebenarnya sudah hina di mata Tuhan.
Begitu ya... Semoga teman-teman saya, khususnya para muslimah yang membaca tulisan ini bisa segera mendapat hidayah untuk berhijab. Bagi yang sudah berhijab semoga berkenan untuk lebih syari penampilannya. Aamiin Ya Rabbalamin.
"Hehehe, kenapa emang? Ada yang salah?" jawabku balik bertanya.
"Kenapa gitu? Kok bisa gitu lho... Disuruh temen-temen barumu?" dan akhirnya aku kembali diberi pertanyaan. Aku sudah menduga bahwa mereka memiliki banyak praduga, dan berujung pada prasangka.
Banyak yang mungkin penasaran dengan perubahan penampilanku. Yang nggak pernah mau pake celana jeans, yang makin rajin pake kaos kaki kalau keluar, yang jilbabnya dobel-dobel, yang bajunya harus nutup sampai bawah pinggul, dan lain sebagainya.
Sebenarnya saya tidak ingin membahas perkara ini dengan ayat atau dalil. Maklum, saya mengaku bahwa saya belum bener, dan merasa belum pantes jadi tukang syi'ar yang fasih menyeru ayat-ayat-Nya. Tapi, di sini saya akan menjelaskan alasan-alasan sederhana (yang bisa saya sebut bodoh) mengapa saya berubah.
1. Kenapa nggak mau pake celana jeans?
Jujur, saya nggak pede sama kaki saya yang besar. Dengan mengenakan rok, kelemahan saya itu bisa tertutupi. Saya merasa lebih percaya diri dan merasa lebih terlihat anggun dengan mengenakan rok. Lagipula beli rok jauh lebih murah daripada beli celana jeans. Satu celana jeans yang cukup untuk ukuran kaki saya, minimal harganya 120ribu rupiah. Sedangkan rok yang rata-rata all size harganya cukup 60-80ribu rupiah saja. Dengan motif dan bahan yang beraneka ragam, saya malah lebih senang menggunakan rok daripada celana jeans pensil yang ketat dan mahal dengan warnanya itu-itu saja.
2. Kenapa saya pake kaos kaki terus?
Itu karena saya punya keloid di kaki saya. Keloid tersebut merupakan bekas luka jahitan di tahun 2011 silam yang sampai saat ini (dan mungkin entah sampai kapan) tidak kunjung hilang. Untuk menutupi bekas luka tersebut, saya lebih nyaman menggunakan kaos kaki. Terlebih lagi saya bisa menjaga kulit kaki saya dari paparan sinar UV yang jahat setiap harinya. Jadi, ya entah kenapa saya tidak bisa keluar rumah tanpa kaos kaki.
3. Kenapa jilbab saya dobel-dobel?
Karena jilbab paris saya kebanyakan terlalu tipis. Leher dan rambut saya sering terlihat kalau jilbab saya tidak didobel dan ditekuk terlalu kecil. Untuk itu saya menyiasatinya dengan menambah dobelan jilbab paris saya. Dan entah kenapa saya juga jadi lebih bisa memadu madankan warna, sesuai dengan corak baju saya. Jadi ya gitu... alasannya sederhana...
4. Kenapa nggak dicepol aja rambutnya biar nggak keluar-keluar?
Rambut yang dicepol dan diikat terlalu kencang itu bikin pusing dan makin memicu kerontokan. Ini serius. Walaupun berjilbab, kita harus tetap merawat dan menjaga kesehatan rambut. Nah, kalau jilbab bagian belakang bisa lebih panjang dan lebar, maka nggak perlu lagi ada rambut yang harus disiksa dengan cepolan yang tinggi dan terlalu kencang. Lagipula bagi pengendara motor seperti saya, cepolan rambut yang tinggi dan kencang itu menyusahkan helm untuk dikenakan secara sempurna. Jadi, saya memilih untuk tidak menggadaikan keselamatan saya hanya karena cepolan rambut yang tinggi dan menyiksa.
5. Kenapa pake bajunya harus nutup sampe pinggul?
Lagi-lagi alasan yang sama, karena pinggul saya lebar dan saya malu untuk menggunakan pakaian yang terlalu naik ke atas pinggang.
Semua alasan terlihat bodoh kan? Ya, entah kenapa Allah sudah menciptakan banyak kekurangan pada tubuh saya yang membuat saya tidak percaya diri. Tapi ternyata Allah sudah menciptakan masalah satu paket dengan solusinya. Ajaran Islam menuntun saya untuk menutupi semua cela yang saya miliki. Dengan cara apa? Yaitu dengan berjilbab lebih syar'i.
Dan alhamdulillah dengan begini, saya semakin didekatkan kebaikan, seperti teman-teman yang baik, perkumpulan yang baik, dan selalu merasa terlindung ketika di jalan banyak yang menggoda. Dan jangan salah, dengan begini tidak sembarang lelaki pula yang berani mendekat (*ehem).
Mau dibilang fanatik, ya monggo... Dibilang Islam aliran keras, ya silakan... Semoga hidaya segera datang pada mereka yang terlalu banyak berprasangka dan termakan stereotype belaka. Lagipula bagaimana pun penampilan dan kelakuan saya, saya tetap berusaha untuk tegar jika dihina, karena sebagai manusia saya sebenarnya sudah hina di mata Tuhan.
Begitu ya... Semoga teman-teman saya, khususnya para muslimah yang membaca tulisan ini bisa segera mendapat hidayah untuk berhijab. Bagi yang sudah berhijab semoga berkenan untuk lebih syari penampilannya. Aamiin Ya Rabbalamin.
yes berarti aku bukan "sembarang lelaki" :')
BalasHapuskeren. ninggal jejak dulu.
BalasHapusijin share ya tante.