Langsung ke konten utama

I am not charlie; Opposing #JeSuisCharlie

Media internasional hari ini dibuat heboh dengan kasus penembakan yang terjadi di kantor sebuah media cetak bernama Charlie Hebdo, di Perancis. Peristiwa yang telah menewaskan 12 orang wartawan dari koran yang sudah terkenal satir ini membuat banyak pihak semakin mengecam kaum muslim beragama yang dinilai radikal dan ekstremis. Masyarakat dari berbagai kalangan, khususnya wartawan dan para kartunis pun melakukan aksi solidaritas dengan membuat slogan "Je suis Charlie", yang artinya "Saya Charlie" dalam Bahasa Indonesia.

Setelah kasus ini mencuat di media, kaum muslim di Perancis mulai tersudut posisinya. Bahkan dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh New York Times, pun menyatakan keheranan dengan pandangan sosial yang begitu menyudutkan penganut agama Islam sebagai pihak yang bersalah dalam hal ini. Padahal isu yang diluncurkan oleh Charlie Hebdo sendiri bukan hanya menyudutkan Islam. Sebab karikatur yang diusut sebagai benang merah masalah ini bergambar Al Quran, Al kitab, dan Injil di dalam toilet ini ditampilkan dengan sebuah tulisan "In the toilet, all religions."



Pembelaan terhadap wartawan dan kartunis Charlie Hebdo pun berdatangan. Mereka menganggap bahwa apa yang ditampilkan oleh Charlie Hebdo bukanlah sebuah kesalahan besar. Atas nama "freedom of speech", siapa pun tidak berhak melarang orang lain berpendapat bahkan jika itu menyangkut agama sekalipun.

Dalam artikel lain yang dipublikasikan oleh theconversation.com, kaum muslim sedikit dibela dengan pernyataan bahwa kebebasan berpendapat atau "freedom of speech" seringnya mengabaikan toleransi. Kebebasan berpendapat yang diagung-agungkan oleh mereka seakan melupakan tanggung jawabnya dalam menghormati sesama. Setiap orang berhak berpendapat, tapi secara tertulis atau tidak, setiap orang tidak diizinkan membuat propaganda.

Jika sudah begini, Islam seolah diperburuk citranya sebagai agama yang radikal dan fundamental. Umat muslim dianggap teroris sebab mereka tidak terima karena figur Nabinya dijadikan kartun. Seperti yang sudah dituliskan oleh Esty Dyah Imaniar dalam kolom Opini Republika (16/1/2015), bahwasanya Nabi Muhammad SAW tidak memberikan teladan untuk membalas cemoohan dengan sebuah tembakan. Sebab dahulu saat beliau SAW dilempari kotoran sekali pun, beliau tidak membalas orang tersebut dengan hal serupa. Bahkan ketika si pelaku sakit, Nabi Muhamad SAW datang untuk menjenguknya.



Tapi bagi mereka yang tidak percaya pastilah hanya berkilah bahwa semua itu hanya fiktif belaka. Mereka pun menunjukkan bukti nyata yang ditampilkan oleh media. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwasanya media tidak sejujur yang kita kira. Mereka dikuasai oleh oknnum tertentu dimana mereka berupaya untuk mempengaruhi masyarakat agar percaya dengan apa yang media katakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa "What media said is what society believe"

Sekarang bukan saatnya untuk menyalahkan media atau masyarakat mayoritas yang mengaku Islam tapi tidak percaya dengan keislamannya. Coba renungi apa yang telah dikatakan Mahatma Gandhi, "Jangan patuhi aturan-notion- (yang direkayasa) tapi berpegang teguhlah pada kebenaran,"

Selakanlah sedikit waktumu untuk membaca, mengkaji ulang, dan berpikir kembali... Sebenarnya siapa yang salah di balik semua ini?

Komentar

  1. They're not perpetuating freedom of speech, they're abusing it. There is a freedom of speech, but not freedom of hatred. When you study Islam deeply, you'll see that it has the best concept of giving opinion: when you judge something, strengthen it with scientific proof, not just ignorance stereotype. "...Say: 'Produce your proof if you are truthful." (2:111).

    And yes, human are human anyway.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Harga Sewa Gedung Pernikahan (Venue for Wedding Package) di Semarang

Halo, semuanya... Lokasi Alam Indah Resto - dok. pribadi Jumat ini rasanya saya agak buntu ingin menulis apa. Akhirnya saya membuka sebuah forum pertanyaan di IG Story untuk mencari inspirasi, kira-kira tema apa yang menarik untuk saya ulas di blog pekan ini. Beberapa merekomendasikan untuk menulis hal-hal yang sifatnya personal. Ada juga yang menyarankan saya untuk menulis beberapa tema terkait masalah psikologi (mungkin karena dua buku yang saya tulis isu sentralnya psikologi populer ya hehe). Tapi, akhirnya hati saya kok malah condong menulis ini... Hehehe... Sekalian sharing  saja sih. Saya memang sedang mempersiapkan pernikahan. Pun, untuk urusan perkuliahan, saya kebetulan juga concern  untuk meneliti dunia industri pernikahan. Jadi, ya sekali tepuk bolehlah 3-4 urusan bisa diselesaikan. Mohon doanya ya semoga semuanya lancar dan segala sesuatunya dipermudah. Semoga juga nggak ada yang julid doain yang jelek-jelek.. hihi ups... *istighfar* Jadi di sini, ...

Miyago Pak Joko - Rekomendasi Pecinta Mie Ayam di Semarang

Kalau teman-teman termasuk mie ayam holic kayak saya, nih... saya minggu lalu baru saja jajan ke Mie Ayam Goreng alias Miyago di warung Pak Joko. Lokasinya di daerah Banyumanik. Jadi kalau kalian sering ke daerah Semarang atas, dan sliwar-sliwer mau ke arah tol dan lewat Jalan Durian, coba deh mampir ke sini. sumber: dokumentasi pribadi Tidak seperti mie ayam kebanyakan yang disajikan dengan kuah, mie ayam ini hadir tanpa kuah sama sekal. (Ya iyalah ya... namanya juga mie ayam goreng. hehehe). Eh, tapi di sini juga menyediakan mie ayam yang kuah kok. Cuma... ya... menurutku mie ayam kuahnya kurang begitu enak. Kayak kurang asin gitu, hambar, kalo orang Semarang bilang anyep. Jadi, kalau kalian mampir ke sini, saran saya sih pesan miyago-nya saja. Rasanya kayak gimana sih? Jadi, main taste  dari miyago ini lebih ke gurih. Tidak dominan manis kecap seperti bakmie jawa yang beredar tiap malam di depan rumah. Sama seperti makan mie instan, tapi lebih gurih. Saya pikir awa...

Konsep Suguhan Pernikahan dan Segala Resikonya

Beberapa hari yang lalu, saya merasa tersentil dengan komik singkat karya mas Dody YW yang diunggah melalui fanspage FB-nya " Goresan Dody ". Jujur, saya merasa tersentil sekaligus baper. Memang apa sih isi komiknya? Nih, berikut media komiknya saya lampirkan: Adab Makan sambil Duduk credits: FP Goresan Dody Sebagai individu yang sejak lahir di Semarang sampai lulus SMA, saya memang lebih familiar dengan konsep pernikahan yang menyuguhkan hidangan secara prasmanan. Para tamu disetting untuk antre makanan dan setelah dapat harus berdiri sambil berdesak-desakan untuk makan. Apakah tidak ada kursi? Biasanya ada, tapi jumlahnya hanya 1/10 dari jumlah undangan yang hadir. Berbeda dengan konsep pernikahan yang ada di Solo Raya (Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen), pernikahan dengan cara piring terbang masih mudah untuk ditemui. Meskipun beberapa ada yang sudah beralih dengan menggunakan konsep prasmanan, tetapi piring terbang masih jadi andalan. Pola menuny...